Telegraf, New York – “Apakah Anda selalu melakukan hal itu?” kata pentolan Metallica, James Hetfield, kepada Lars Ulrich, dengan sedikit suara keluhan. Keduanya menghadap satu sama lain di “Tuning Room,” tempat di mana band tersebut latihan sebelum tampil. Itu terjadi 20 menit sebelum jadwal tampil di malam pertama tur konser mereka, di Stadion M&T Bank, Baltimore, AS dan mereka mencoba untuk membawakan lagu klasik rilisan 1991, “Wherever I May Roam,” dengan benar, tetapi sang drummer memainkannya dengan ritme yang aneh.
Lima belas tahun lalu, mungkin ini adalah sebuah sesi terapi yang panjang dan penuh perdebatan dari Metallica, seperti yang didokumentasikan pada film rilisan 2004, Some Kind of Monster. “Apa yang saya katakan adalah versi halus dari “what the hell are you doing?” kata sang vokalis sambil tertawa. Namun sekarang, Hetfield melupakan hal itu dan membiarkan Ulrich memainkan lagunya dengan caranya sendiri sambil menyeringai bersama gitaris Kirk Hammett dan pemain bas Rob Trujillo. Ketika selesai, mereka memainkan single terbaru yang cepat dan menghantam, “Hardwired.” Ini lah bagaimana Metallica mengatur tur konser Amerika Utara pertama mereka di delapan tahun terakhir (dan penampilan beruntun di stadion selama hampir 20 tahun) bebas dan santai, namun juga peka terhadap perasaan satu sama lain.
“Kami memainkan salah satu dari lagu-lagu ini sebanyak 94.000 kali, jadi sepertinya kami tidak terlalu butuh untuk melatihnya,” kata Hetfield. “Ini lebih seperti pemanasan – seperti seorang atlet yang mencoba untuk mengalirkan darah dengan benar. Terkadang sulit untuk tidak sedikit bertualang dan penasaran di beberapa bagian karena Anda harus mencoba dan mencari cara agar perhatian Anda tetap fokus.”
“Band ini masih bisa hancur di satu waktu,” kata sang vokalis sambil tertawa beberapa hari kemudian. “Tapi kami tidak mau itu. Kami tahu terlalu banyak sekarang. Ini sudah berjalan lama dan kami tumbuh bersama, melewati banyak rintangan bersama dan mungkin kedewasaan. Saya tahu ada ungkapan aneh di bisnis ini, tapi kami sangat peduli. Kami tahu di mana letak tombol nuklir kami masing-masing, tapi kami tidak menekannya. Kami mencintai apa yang kami lakukan, dan kami ingin itu terus berjalan.”
Ruangan latihan ini adalah efek positif dari sesi terapi menyakitkan dari band tersebut yang mereka alami di Some Kind of Monster bersama “pelatih meningkatkan performa” Phil Towle. “Dia mendapat penilaian buruk karena dianggap penjahat di film itu dan saya pikir saya telah menyakiti diri saya sendiri karena mempertahankannya selama bertahun-tahun,” kata Ulrich, yang mendirikan Metallica pada 1981 bersama Hetfield, “tapi saya cukup yakin jika bukan karena usahanya yang tak kenal lelah, kami mungkin tidak akan duduk di sini hari ini di Baltimore karena bandnya tidak akan ada. Saya belajar banyak tentang diri saya sendiri dalam beberapa tahun, dan saya masih sering mengakses beberapa hal itu.”
Alasan lain mengapa band ini masih bisa berdamai adalah bagaimana cara mereka memberikan ruang kepada satu sama lain. Meskipun album terbaru mereka, Hardwired, mendapat sambutan hangat dari para penggemar (“Dalam 35 tahun, saya tidak pernah mendapat pertanyaan, “Kenapa Anda tidak memainkan lebih banyak lagu baru?” sampai di tur konser ini,” kata Ulrich belakangan ini), mereka menjalani tur konser secara bertahap dalam dua minggu dengan libur dua minggu di antaranya.
Dan diantara konser, mereka berjalan-jalan di kota tempat mereka bermain. Untuk rangkaian tur Pantai Timur, mereka bermukim di New York, setelah konser di Baltimore, Ulrich mengunjungi sebuah pesta di Brooklyn pada pukul dua dini hari, dan Hetfield menghabiskan hari esoknya di sebuah kawasan latihan menembak di New Jersey, “melepaskan sedikit ketegangan.” Selain melakukan Meet & Greet dengan para penggemar, pertemuan pertama mereka di hari pertunjukan adalah di Tuning Room, sebuah ruangan sementara yang dihiasi dengan tirai hitam dan bendera yang diberikan oleh para penggemar.
Selain beberapa jam saat sang penggemar horor, Hammett, mengunjungi makam Edgar Allen Poe (“Saya tidak bisa menahannya, kawan”), kunjungan Metallica di Baltimore kebanyakan bersifat bisnis. Sejak membuka tur konsernya, mereka memulainya lebih awal dengan memainkan empat lagu saat soundcheck untuk 260 pemenang kontestan pada satu malam sebelum pertunjukan. Salah satu momen di “Snake Pit” area kecil di depan panggung yang tertutup oleh catwalk terdapat satu orang berteriak dengan penuh kegembiraan, ketika Metallica memainkan dua lagu dari Hardwired.
Meskipun mereka bermain di panggung raksasa, yang membentang lebar di lapangan sepak bola dengan menyertakan huruf “M” dan “A” dari logo mereka di kedua ujungnya dan penuh dengan piringan hitam, layar video dan balon tiup, mereka menampilkan satu persatu serangkaian lagu baru dan favorit para penggemar seperti “For Whom the Bell Tolls” dan lagu “Battery” yang sangat cepat.
Saat berlatih di Tuning Room yang terletak di belakang panggung. (Jeff Yeager/Metallica)
Ulrich muncul lebih awal dan menyapa para penggemar, berbicara kepada mereka dan menerima bendera Amerika di mana orang yang memberikannya berkata bahwa bendera tersebut sempat dikibarkan di basis Angkatan Udara AS di Irak. Sang drummer melihat beberapa penggemar di barisan terdepan – seorang wanita dengan masker operasi, Amber Thomas, dan keponakannya yang berusia belasan, Ryan Vestel – yang memegang sebuah poster bertuliskan mereka menyetir selama 15 jam dari Florida untuk hadir di situ dan itu merupakan “almost time” untuk sang wanita untuk “fade to black,” jadi poster itu meminta untuk pick gitar dan stick drum.
“Saya didiagnosa lupus pada lebih delapan tahun lalu, itu membuat saya menderita gagal hati, juga seluruh organ tubuh saya, kemoterapinya tidak berhasil,” katanya setelah pertunjukan. “Saya sudah berada di akhir.” Ia tidak mendapatkan pick atau stick, tapi Vestel mendapat salah satu pick gitar Hetfield. Apakah ia akan memberikan kepadanya? “Tidak.” Thomas juga tidak mendapat pick di pertunjukan keesokan harinya namun berkata bahwa menyaksikan konser Metallica telah melengkapi daftar keinginannya.
Di hari selanjutnya, Metallica tiba di stadion pada pukul empat sore dengan empat SUV terpisah yang dikawal oleh iringan motor polisi. Sekitar satu setengah jam setelahnya, keempat anggota berkumpul di ruang ganti Baltimore Ravens untuk bertemu dan menyapa dua belas penggemar yang membayar 2,499 dolar AS (sekira Rp 3,3 juta) untuk mendapatkan foto bersama band, tanda tangan, dan kesempatan bertanya tentang apa pun yang ada di pikiran mereka.
Para penggemar juga mendapat akses ke “Memory Remains” museum Metallica, sebuah Rock and Roll Hall of Fame kecil yang dapat berpindah dan memperlihatkan kostum panggung band tersebut, lirik dengan tulisan tangan (salah satunya adalah lirik alternatif dari “Creeping Death”), sampul album asli untuk Ride the Lightning dan Master of Puppets, koleksi kaset (termasuk kaset No Life “Til Leather milik Hetfield) dan instrumen asli mereka – beberapa penggemar dapat memainkannya.
“Dengan sangat hati-hati kami memutuskan untuk berbagi pengalaman,” kata Ulrich. “Kami menghabiskan banyak waktu melihat apa yang orang lain lakukan. “Apa yang dilakukan Black Sabbath? Apa yang dilakukan Guns N” Roses? Apa yang terjadi dengan dunia pop?” Rasanya asing bagi kami dan, saya berani mengatakan, ada sedikit tipuan. Jadi kami harus pergi ke tempat di mana kami merasa nyaman.”
Mereka melakukan Meet & Greet lain bersama anak-anak (“Itu selalu memuaskan, seperti melakukan perbuatan baik,” kata Hetfield), namun sebagian besar waktu mereka dihabiskan secara terpisah. Masing-masing dari mereka bertemu dengan media, dan lalu Hammett biasanya melakukan yoga selama satu jam dan yang lainnya melakukan pemanasan dengan terapis fisik atau berlari di atas treadmill. Kemudian sang drummer mengerjakan daftar lagu (setlist) untuk dimainkan bersama anggota band lainnya. “Saya biasanya memiliki semua informasi tentang terakhir kali kami bermain di sebuah kota dan mencoba untuk menampilkan sesuatu yang lebih dalam yang tidak kami mainkan sebelumnya,” katanya. Lalu mereka menuju Tuning Room untuk berlatih.
“Hari ini Lars dalam keadaaan siap tampil,” kata Trujillo sebelum pertunjukan. “Ia bersemangat dan fokus, di mana itu bagus. Ia berkomunikasi dengan tim produksi untuk beberapa hal yang spesifik.”
“Kadang tugas Lars terlalu banyak dan dia tidak pernah mengakuinya,” kata Hetfield. “Dia akan terlambat muncul di Tuning Room, kelelahan. Jadi saya mengingatkannya, “Anda bisa bilang tidak, Anda tidak perlu melakukan semuanya.”
Rangkulan sebelum naik panggung (“Kami mengatakan hal-hal konyol seperti, ‘Kami akan tampil dan menendang beberapa bokong Baltimore,'” kata Ulrich). (Jeff Yeager/Metallica)
“Ketika Anda konser di tempat yang lebih besar, ada banyak hal yang harus diperhatikan atau itu akan menjadi kesalahan,” kata Ulrich tentang semangatnya. “Anda punya jam malam dan transportasi umum akan berhenti beroperasi dan jika Anda bermain sembilan detik melewati waktu tertentu maka itu menelan biaya 25,000 dolar AS per detik. Kami memiliki tim yang mengagumkan di sini, tapi ada beberapa saat di mana Anda duduk di sana dan mengatakan, “Siapa yang benar-benar mengendalikan kapal ini?”” katanya tertawa.
Tapi dirinya, seperti anggota band yang lain, tidak masalah untuk melakukan pekerjaan tambahan karena ia menyadari betapa spesial untuk Metallica bermain di stadion – sebuah prestasi yang semakin langka untuk band-band hard-rock dan metal saat ini. “Tidak banyak band yang berhasil melompat dari tengah menuju puncak,” kata Ulrich, menunjuk U2 sebagai panutannya tentang bagaimana band seharusnya berkembang. “Guns N” Roses sudah aktif selama lebih kurang 30 tahun, AC/DC selama lebih kurang 45 tahun, kami selama lebih kurang 130 tahun – itu hal yang janggal. Terkadang itu seperti, “Holy fuck, kami bermain di stadion. Bagaimana jika seseorang menyadari bahwa kami tidak seharusnya bermain di stadion?””
“Ada beberapa band yang masih melakukan ini di level yang mirip dengan era awalnya,” kata Hammett, yang merasa tur ini “seperti 1993 lagi” tetapi tanpa band-band yang terlihat siap untuk berkembang. “Ada Guns N” Roses, Tool, saya ingin mengatakan Rage Against the Machine, tapi saya tidak yakin status mereka sekarang. Tapi ini aneh. Seperti, apa yang terjadi dengan semua band-band ini? Apa mereka mulai menghilang, menyerah? Apakah mereka kehilangan gairah? Mengapa penggemar kehilangan gairah? Ada banyak pertanyaan berbeda tentang mengapa kami ada di sini sedangkan mereka tidak.”
“[Bassist Black Sabbath] Geezer Butler dan saya pernah satu pesawat dua tahun lalu dan ia bertanya kepada saya, “Siapa yang akan membawa obor ini ketika kami dan Metallica sudah tidak ada lagi?”” kata Trujillo. “Saya tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu. Saya mengatakan mungkin [band metal Perancis] Gojira, tapi mereka sudah tidak muda lagi.”
Tahun demi tahun Metallica tetap sibuk meski telah menyelesaikan tur konser AS terakhir mereka, bermain untuk para penggemar sejati di Eropa dan Amerika Selatan sekaligus melakukan proses kreatif. Lulu, album mereka bersama Lou Reed pada 2011, mendapat penilaian yang miring. Metallica membuat festival Orion Music + More, yang berjalan selama dua tahun, dan membuat sebuah film konser 3D, Metallica Through the Never, dengan biaya sendiri. Kedua proyek itu dinikmati oleh para penggemar, namun ini menelan banyak kerugian. Pada 2012, mereka meninggalkan label Warner Bros. dan memulai label independen mereka sendiri untuk merekam Hardwired … to Self-Destruct yang rilis pada 2016.
Kebebasan yang mereka rasakan menghasilkan aransemen yang lebih liar dan banyak kolaborasi. (Satu-satunya masalah ketika Hammett kehilangan iPhone miliknya yang berisikan ratusan ide lagu baru. Ia masih merasa sedih jika memikirkannya – belakangan, ia mulai paham harus menggunakan cloud.) Prosesnya berhasil: Hardwired menjadi nomor satu dan berstatus platinum – dan mereka banyak memainkan lagu baru di atas panggung: lagu berdurasi delapan menit, “Halo on Fire” menjadi lagu kebangsaan terbaru, dan “Atlas, Rise!” adalah waktu yang epik untuk mengubah Snake Pit menjadi lebih liar. (Hetfield merasa bahagia melihat banyak anak muda yang baru pertama kali menyaksikan konser mereka.)
Lingkaran drum saat memainkan lagu “Now That We’re Dead”. (Jeff Yeager/Metallica)
Ketika Metallica naik ke atas panggung di Baltimore, setiap ketegangan langsung menghilang. Mereka saling berangkulan bersama di belakang panggung (“Kami bergiliran mengatakan sesuatu yang cukup konyol, seperti, “Kami akan naik ke atas panggung dan menendang pantat Baltimore,”” kata Ulrich) dan melangkah ke depan sebuah layar yang bisa dideskripsikan seperti layar IMAX super besar yang menampilkan video selama lebih kurang dua jam pertunjukan. Di Charm City, mereka memainkan lima lagu Hardwired (sama banyak dengan materi dari Black Album), juga lagu-lagu favorit penggemar seperti “One,” “Master of Puppets” dan versi reguler dari “Wherever I May Roam.” Mereka memainkan drum jepang Taiko yang sangat besar untuk bagian drum di “Now That We”re Dead,” ledakan setinggi 40 kaki menyembur api untuk “Fuel,” memicum api dari panggung untuk “Moth Into Flame” dan memproyeksikan laser bergaya Pink Floyd untuk “Nothing Else Matters.” Ini adalah band metal terbesar pada masa kejayaannya.
Konsernya dibangun oleh produksi paling besar yang pernah dilakukan oleh Metallica. Menggunakan 48 truk, pemasangan panggungnya membutuhkan waktu tiga hari, dilengkapi dengan laser, balon, lebih dari 350,000 watt untuk suara dan sirkulasi catwalk dengan panggung mini untuk mereka memainkan “Seek and Destroy,” ini bertujuan untuk menciptakan kembali suasana garasi ketika lagu itu dituliskan. Seluruh panggung menyertakan 83 perlengkapan laser, yang membutuhkan waktu 640 jam untuk mengaturnya, dan hampir 40,000 pengeras suara untuk di setiap produksi. Setiap malamnya, mereka menghabiskan energi listrik sebanyak 2,5 megawatt – cukup untuk menyuplai listrik untuk 1.800 rumah selama sebulan.
“Anda membutuhkan lagu yang lebih berat?” tanya Hetfield di awal lagu hit “Sad but True,” yang kemudian dilanjutkan dengan memainkan “Enter Sandman.” Setelah itu, para anggota band melempar banyak pick gitar dan stick drum kepada para penonton dan mengucapkan rasa terima kasih yang hangat sebelum turun panggung untuk langsung masuk ke dalam mobil dan menuju ke hotel lagu masuk ke dalam pesawat untuk terbang kembali ke New York – akhir yang besar seperti konsernya. “Ini bagai cara khas “Elvis meninggalkan gedung,” canda Ulrich.
“Saya benar-benar merasa kami selalu bisa melakukannya bersama, bersitegang, dan terus melaju,” kata Hammett di belakang panggung sebelum pertunjukan dimulai. “Ini terasa menyenangkan untuk bisa melakukan tur konser stadion setelah lebih dari tiga puluh tahun. Itu lah intinya, saya sangat bersyukur dan merasa sangat beruntung. Saya hanya berharap ketika kami telah pergi, anak-anak kami bisa memiliki sesuatu seperti ini.” (Red)