Humaniora
IAMARSI Yakin Bisnis Rumah Sakit Tidak Akan Tergerus Kemajuan Teknologi Tetapi dengan Syarat

Telegraf – Anggota dewan pembina Ikatan Ahli Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia (IAMARSI) Dr. dr. Supriyantoro, SpP, MARS mengatakan perkembangan era digital yang begitu cepat menjadi tantangan tersendiri bagi Rumah Sakit (RS). Bahkan perkembangan teknologi menghentikan sejumlah profesi dan bidang usaha tertentu, namun diyakini profesi di bidang kesehatan tidak akan berimbas karena bidang kesehatan masih sangat memperlukan sentuhan sentuhan kemanusiaan.
“Saat ini RS dihadapkan dengan tantangan yang sangat banyak, terlebih di masa pandemi ini, meski demikian, perkembangan teknologi perlu kita sikapi agar jangan sampai kita diperalat teknologi. Sebaliknya, kitalah yang harus mampu memanfaatkan teknologi,” ungkapnya dalam pelantikan pengurus masa bakti 2021-2024, Minggu (6/6).
Ia mengugkapkan salah satu kelemahan para manajer RS ialah terlalu asik dengan kesibukan internal hingga lupa menengok perkembangan dunia luar. Agar bidang perumasakitan tidak jauh tertinggal dibanding bisnis lain maka perlu melihat bagaimana managemen dan pelayanan bisnis lain seperti bank hotel dan lainnya.
“Padahal kita juga perlu melihat bagaimana manajemen dan pelayanan di bidang lain seperti bank, hotel. Agar bidang perumahsakitan tidak jauh tertinggal dibanding teman-teman di bidang bisnis lain,” kata Supriyantoro.
Di kesempatan yang sama Ketua Umum IAMARSI, dr. Hariyadi Wibowo, SH, MARS, mengajak para anggota IAMARSI untuk bersatu padu dalam berkontribusi membangun bidang kesehatan bangsa Indonesia dan bearharap IAMARSI menjadi organisasi profesi yang setara dengan IDI, PDGI, dan lainnya, dalam rangka mewadahi teman-teman para manajer RS.
“RS saat ini sangat-sangat disorot terkait pelayanannya pada masyarakat. Sekali lagi, kita perlu bersinergi, berkonsolidasi,” jelas Hariyadi.
Ia berharap IAMARSI menjadi organisasi profesi yang setara dengan IDI, PDGI, dan lainnya, dalam rangka mewadahi teman-teman para manajer RS. Saya yakin kita mampu berperan dalam menyehatkan bangsa.
Hal serupa dikatakan Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dr. Kuntjoro Adi Putranto, M.Kes menilai IAMARSI adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk memajukan RS di Indonesia, meningkatkan layanan, manfaat, dan kinerja keuangan RS.
“Persi dan IAMARSI harus terus bekerja sama, saling mengisi dan menguatkan untuk memajukan perumahsakitan Indonesia,” tutupnya.
Photo Credit : Anggota IAMARSI/Doc/ist
Humaniora
Merayakan Inisiatif Perdamaian Global, UNU Jogja – Indika Foundation Gelar “2R: Ruang Riung

YOGYAKARTA, TELEGRAF.CO.ID — Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, melalui Center for GEDSI dan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), bersama Indika Foundation dan didukung oleh the King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID), menyelenggarakan “2R: Ruang Riung”, sebuah forum berskala internasional untuk menampilkan dan merayakan inisiatif perdamaian, khususnya yang dipimpin oleh perempuan.
Acara digelar di Kampus UNU Yogyakarta pada 5 – 13 Oktober 2025 dan diisi agenda pameran seni, seminar internasional, talkshow, lokakarya, serta kunjungan lapangan. Hadir para pembicara dan peserta dari kalangan akademisi, tokoh agama, dan pegiat lintas iman dari dalam dan luar negeri.
Direktur Center for Gender Equality, Disability and Social Inclusion (GEDSI) UNU Yogyakarta Wiwin Rohmawati menyatakan agenda ini sejalan dengan visi kampus untuk berkontribusi pada isu perdamaian dan inklusivitas, sekaligus membuka peluang riset kolaboratif, pertukaran akademik, dan program pengabdian masyarakat.
“Melalui karya seni kreatif, dialog interaktif, dan keterlibatan komunitas, forum ini menyoroti peran penting dialog antaragama dan antarbudaya dalam mendorong perdamaian dan kohesi sosial,” ujar dia saat membuka seminar acara, Senin (6/10/2025).

Ia menjelaskan, inisiatif ini bertujuan untuk menyoroti upaya pembangunan perdamaian secara global, khususnya di Asia Tenggara dengan berfokus pada Indonesia dan Thailand. Selain itu, forum ini mengangkat tantangan regional yang dihadapi bersama, termasuk intoleransi beragama, kesenjangan gender dalam pembangunan perdamaian, dan kurangnya representasi suara kelompok minoritas.
“Untuk memperluas perspektif negara lain, forum ini akan mengundang pemimpin perdamaian dari jaringan lintas iman Asia Tenggara untuk berbagi wawasan berharga mereka dalam membangun perdamaian dan kohesi sosial,” jelasnya.
Selama ini UNU Yogyakarta sebagai kampus berorientasi masa depan, telah menempatkan isu inklusivitas dan perdamaian sebagai perhatian utama. “Kami telah membangun jaringan intercity dialogue melalui keterlibatan di KAICIID yang mempromosikan dialog lintas iman dan budaya secara global,” tambah Wiwin.
Perwakilan dari KAICIID, sebuah lembaga global pemerhati isu-isu perdamaian, juga akan turut membuka dan mengisi diskusi bersama para pembicara internasional lainnya.
Sebagai upaya memperkuat inisiatif lintas iman dan lintas budaya, secara khusus forum ini menyoroti kiprah kepemimpinan perempuan Buddhis Thailand. Hal ini akan dipaparkan dalam seminar internasional sesi pertama, Senin (6/10/2025), yang bertajuk “When Faiths Meet: Muslim–Buddhist Stories from Indonesia & Thailand”. Pada sesi kedua, sejumlah praktik baik kolaborasi lintas iman di Asia Tenggara akan dibedah di forum “Voices of Peace: Stories of Collaboration from Southeast Asia”.
Advisor Indika Foundation sekaligus Fellow KAICIID, Ayu Kartika Dewi, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun perdamaian. “Kami percaya bahwa perdamaian harus dibangun bersama, melibatkan perempuan, pemuda, dan komunitas lintas iman. 2R: Ruang Riung hadir sebagai wadah berbagi inisiatif perdamaian yang lahir dari masyarakat, sekaligus mendorong kerja sama strategis di bidang pendidikan dan pemberdayaan pemuda,” paparnya.
Ia menyatakan, sebagai penyelenggara Indika Foundation telah berkiprah dalam memberdayakan pemuda sebagai pembangun perdamaian melalui kemampuan berpikir kritis, keterampilan sosial-emosional, dan kontak lintas kelompok. “Dengan lebih dari 8 tahun beroperasi, bekerja sama dengan lebih dari 750 mitra kolaboratif dalam 159 program, kami telah membangun dampak positif di lebih dari 130.000 penerima manfaat di seluruh Indonesia,” imbuh Ayu.
UNU Yogyakarta telah memberi perhatian besar pada isu inklusivitas dan perdamaian. Selain prinsip no one left behind dalam memberi akses pendidikan ke semua kalangan disertai sarana fisik gedung kampus yang ramah disabilitas, UNU Yogyakarta juga terlibat dalam berbagai program di kedua isu itu baik di tingkat nasional dan internasional.

Dalam isu disabilitas, UNU Yogyakarta antara lain terlibat dalam kajian untuk mendorong perluasan akses disabilitas dalam kebijakan dan praktik bersama University of West England (UWE) Inggris, juga menyepakati kolaborasi untuk isu serupa bersama Komisi Nasional Disabilitas (KND). UNU Yogyakarta juga menerima dan memberikan beasiswa bagi sejumlah mahasiswa disabilitas serta menyediakan pendamping untuk menunjang aktivitas akademik mereka.
Sementara dalam isu perdamaian global, sejumlah akademisi UNU Yogyakarta juga hadir dan menyumbangkan pemikirannya dalam forum International Conference on Cohesive Societies (ICCS) di Singapura, 24–26 Juni 2025. Bersama ratusan tokoh lintas agama, aktivis perdamaian, dan akademisi dari 50 negara, delegasi UNU Yogyakarta membahas upaya mewujudkan masyarakat dunia yang damai dan inklusif.
Dibuka pada Minggu (5/10/2025), pameran 2R: Ruang Riung digelar pada 5-13 Oktober. Rangkaian acara di Kampus UNU Yogyakarta juga diisi seminar internasional pada 6 Oktober, workshop seni pada 8 Oktober, dan talkshow pada 11 Oktober. Selain difasilitasi UNU Yogyakarta, “2R: Ruang Riung” juga terselenggara atas dukungan Lembaga Kajian & Penelitian Peradah (LKPP), Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), dan Srikandi Lintas Iman (SRILI).
Setelah pameran perdana di UNU Yogyakarta di Dowangan, Gamping Sleman, DIY, pameran “2R: Ruang Riung” juga dijadwalkan berlangsung di UKDW Yogyakarta pada 19–24 Oktober dan di Pura Aditya Jaya, Jakarta, pada 1 November. (rilis)
Humaniora
PROPAMI Angkat Isu Kesehatan Mental Lewat Webinar “The Art of Mental Rest”

TELEGRAF — Dalam rangka memperkuat literasi profesional pasar modal, Perkumpulan Profesi Pasar Modal Indonesia (PROPAMI) kembali menyelenggarakan kegiatan edukatif berupa webinar bertajuk “The Art of Mental Rest: Foundation for Financial Professional.”
Acara ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025 pukul 14.00–16.00 WIB melalui platform Zoom Meeting, dan terbuka untuk umum dengan sistem pendaftaran daring melalui tautan: bit.ly/Pendaftaran_Webinar_23_Juli_2025.
Webinar ini menghadirkan Hany Gungoro, CFA, seorang mentor bisnis dan keuangan sekaligus ThinkMap® Insight Facilitator, sebagai narasumber utama.
Ia akan membagikan insight seputar pentingnya menjaga kesehatan mental, khususnya bagi para profesional di sektor keuangan yang rentan mengalami tekanan psikis dan kelelahan berpikir.
Keseimbangan Mental sebagai Pondasi Profesionalisme
Dalam siaran persnya, PROPAMI menjelaskan bahwa topik ini diangkat sebagai bentuk kontribusi nyata dalam edukasi berkelanjutan.
“The Art of Mental Rest” merupakan pendekatan sadar dalam menjaga fungsi optimal otak dan keseimbangan emosi, terutama di tengah tekanan industri keuangan yang serba cepat.
“Ketika mental sudah lelah, fokus terganggu, keputusan menjadi tidak akurat, dan relasi antarprofesi bisa ikut terdampak.
Istirahat mental bukan kemewahan, tapi kebutuhan profesional,” ungkap Hany dalam cuplikan materi pembukaannya.
Webinar ini ditujukan untuk seluruh pelaku pasar modal, mulai dari analis, broker, manajer investasi, hingga kalangan akademisi dan mahasiswa ekonomi yang ingin memahami keseimbangan antara produktivitas dan kesehatan mental.
Peluang Menang Souvenir Menarik
Selain mendapatkan materi berkualitas, peserta juga berkesempatan memperoleh souvenir menarik untuk 5 orang terpilih, yang diumumkan langsung pada akhir sesi webinar.
PROPAMI juga mengajak peserta untuk membagikan pengalaman mengikuti acara melalui akun media sosial dengan tagar dan mention akun resmi.
Untuk informasi lebih lanjut, peserta dapat mengunjungi akun Instagram resmi PROPAMI di: @propami_id.
Humaniora
Mayoritas Penyandang Disabilitas Tak Kuliah dan Tak Bekerja

YOGYAKARTA, TELEGRAF.CO.ID – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hanya 2,8 % dari 17,9 juta penyandang disabilitas di Indonesia yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Data lain dari Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan sekitar 75 % dari total 720.748 pekerja disabilitas di Indonesia bekerja di sektor informal.
Jumlah pekerja penyandang disabilitas itu hanya sekitar 0,55% dari total tenaga kerja nasional. Sementara data organisasi buruh dunia, ILO, per Desember 2024, menyebutkan hampir 90% penyandang disabilitas di Indonesia tidak aktif bekerja atau mencari pekerjaan.
Data-data memprihatinkan tersebut disajikan oleh Fatimah Asri Muthmainnah, komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam kuliah umum di Kampus Terpadu Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Gamping, Sleman, DIY, Jumat (20/6/2025).
Acara bertajuk “KND Menyapa: Memperkuat Kampus UNU Jogja yang Inklusif Disabilitas” sekaligus menandai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama antara UNU Yogyakarta dan KND.
Fatimah menyatakan jumlah penyandang disabilitas yang mampu mengakses pendidikan tinggi masih minim, sehingga kesulitan pula bagi mereka untuk mengakses pekerjaan-pekerjaan profesional.
“Stigma negatif dan diskriminasi penyandang disabilitas dalam menempuh pendidikan perguruan tinggi masih kuat, sehingga penyandang disabilitas yang terserap di perguruan tinggi hanya 2,8%. Oleh karena itu, mereka sulit untuk bersaing mengakses pekerjaan,” tandasnya.
Karena itu, pekerjaan non-formal pun menjadi alternatif. Namun di sisi lain pelatihan wirausaha bagi penyandang disabilitas juga kurang dan mengakibatkan rendahnya kapasitas untuk membangun usaha.

“Untuk itu, perguruan tinggi perlu merumuskan solusi dengan tingginya angka penyandang disabilitas yang belum bekerja dan melaksanakan program pengabdian masyarakat dengan memberikan pelatihan pemberdayaan ekonomi untuk peningkatan kapasitas bagi penyandang disabilitas,” tutur penyandang disabilitas daksa ini.
Adapun Rachmita Maun Harahap, komisioner KND dari unsur disabilitas tuli, menekankan pentingnya perguruan tinggi memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). Dari 4.593 perguruan tinggi di Indonesia, terdapat 291 kampus yang menerima mahasiswa disabilitas. Namun dari jumlah itu hanya 71 kampus yang mempunyai ULD.
“Padahal tugas ULD ini penting dalam melakukan analisis kebutuhan, memberikan rekomendasi, melaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis hingga pendampingan, dan melaksanakan pengawasan terkait kebutuhan penyandang disabilitas,” paparnya.
Dalam sambutannya, Pelaksana Harian (Plh) Rektor UNU Yogyakarta Suhadi Cholil menyatakan UNU Yogyakarta memiliki peran strategis untuk menyuarakan pentingnya inklusi di lingkungan perguruan tinggi berbasis nilai-nilai Islam moderat dan humanis.
“Kuliah umum ini diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif dan memperkuat kapasitas institusi dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa disabilitas. Selain itu, juga menjadi sarana berbagi praktik baik dan pengalaman inspiratif dari KND, khususnya dalam melakukan pendampingan, pengawasan, dan kerja sama dengan perguruan tinggi,” tuturnya.
Dalam mewujudkan kampus inklusif terutama bagi warga disabilitas, UNU Yogyakarta telah membentuk Center for Gender, Equality, Diversity, and Social Inclusion (GEDSI) yang turut memberi perhatian pada mahasiswa penyandang disabilitas, misalnya melalui pemberian beasiswa dan pendampingan selama berkuliah.
Suhadi pun menjelaskan kampus UNU Yogyakarta berkomitmen menjadi kampus inklusif termasuk dalam sarana prasarana yang mendukung akses disabilitas, seperti keberadaan tempat parkir, lift, toilet, dan perpustakaan yang ramah difabel, termasuk menyediakan Quran Braille.
Direktur Center for GEDSI UNU Yogyakarta Wiwin Rohmawati menyatakan sejumlah tantangan dihadapi para penyandang disabilitas untuk memperoleh hak mendapatkan pendidikan. Mereka menemui hambatan kultural seperti pelabelan negatif, juga stigma dan perilaku diskriminatif dari masyarakat.
“Adapun hambatan-hambatan struktural seperti minimnya aksesibilitas fasilitas publik, kurangnya dukungan kebijakan yang implementatif dan masih banyak kebijakan pemerintah yang belum memberikan akses penuh bagi penyandang disabilitas di fasilitas-fasilitas publik,” paparnya.
Oleh karena itu, menurut Wiwin, agenda ini penting sekali untuk membangun dan meningkatkan kesadaran, baik di kalangan pemerintah maupun di masyarakat tentang pentingnya memahami isu disabilitas dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
“Kehadiran KND memiliki arti penting sebagai representasi negara dalam mengawal pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Namun demikian, masih banyak yang belum mengenal dan memahami KND dan tugas serta fungsinya,” ujarnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KND Jonna Aman Damanik mengapresiasi berbagai upaya UNU Yogyakarta dalam memperluas akses bagi penyandang disabilitas. “KND mendorong agar UNU Yoguakarta menjadi kampus inklusi sesuai indikator yang ditetapkan. Juga mengapresiasi teman-teman Center for GEDSI yang menjadi relawan bagi mahasiswa disabilitas. Saya bersyukur nilai-nilai inklusivitas sudah tertanam di civitas academica UNU Yogyakarta, ” ujarnya.
Humaniora
Trah Sultan HB II Desak Pembentukan Komite Pengembalian Aset Kraton Yogyakarta

Telegraf — Keluarga Trah Sultan Hamengkubuwono II (HB II) mendesak pemerintah membentuk Komite Pengembalian Aset guna menelusuri dan mengembalikan harta serta naskah kuno milik Kraton Yogyakarta yang dirampas pasukan Inggris dalam peristiwa Geger Sepehi pada 1812. Aset-aset tersebut antara lain berupa koin perak, keping emas, dan sekitar 7.000 naskah kuno yang saat ini diduga berada di sejumlah negara Eropa.
Menurut Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika, Fajar Bagoes Poetranto, keluarga besar HB II menilai peristiwa Geger Sepehi merupakan kejahatan kemanusiaan yang perlu ditindaklanjuti secara serius melalui mekanisme hukum dan diplomasi internasional.
“Kami melihat bahwa telah terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan pada peristiwa Geger Sepehi. Karena itu, kami mendukung dibentuknya komite bersama antara Kraton, Trah Sultan HB II, dan pemerintah untuk melakukan upaya pengembalian aset,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (16/6).
Fajar juga menyampaikan keberatan atas penggunaan istilah repatriasi oleh sejumlah pihak. Menurutnya, istilah yang tepat adalah Claiming Equity Prasasti International sebagai proses hukum internasional untuk menuntut hak kepemilikan yang dirampas secara tidak sah.
“Ini bukan repatriasi. Yang kami perjuangkan adalah claiming equity atas harta benda dan dokumen milik Sultan HB II yang dirampas, bukan sekadar proses pemulangan,” katanya.
Dukungan terhadap inisiatif ini juga datang dari pemerintah. Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan bahwa prosedur klaim atas artefak dan naskah kuno memiliki jalur diplomatik dan hukum internasional yang harus ditempuh.
“Prosedur klaim ini harus diperjuangkan secara serius. Tanpa dukungan pemerintah, upaya seperti ini tidak akan berhasil,” ucap Pigai.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut bahwa hingga kini belum ada langkah formal yang dilakukan pemerintah untuk menempuh dialog diplomatik dengan pihak Inggris. Namun, ia menyatakan komitmen pemerintah untuk membuka jalur komunikasi resmi.
“Langkah diplomasi akan kami tempuh. Komunikasi akan dibuka dengan Pemerintah Inggris untuk membicarakan pengembalian naskah dan artefak yang dirampas dalam peristiwa Geger Sepehi,” ujarnya.
Fajar menegaskan bahwa komite yang akan dibentuk nantinya diharapkan menjadi forum resmi untuk menyuarakan kepentingan Kraton dan keluarga besar Sultan HB II dalam proses pengembalian aset.
“Komite ini penting agar posisi hukum dan historis Kraton serta keluarga HB II diakui dalam proses pengembalian aset yang didasarkan pada peristiwa tahun 1812,” katanya.
Humaniora
Masyarakat Tamambaloh Menolak Sawit: Ancaman di Hulu Sungai Embaloh Makin Nyata

TELEGRAF – PT Ichiko Agro Lestari menggelar sosialisasi di Kecamatan Embaloh Hulu untuk memaparkan rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit.
Namun, bagi Temenggung Tamambaloh, Vincentius Lantando, acara ini bukan sekadar sosialisasi.
“Rasanya seperti rencana yang sudah pasti akan dijalankan, bukan diskusi,” katanya, menggarisbawahi kesan sepihak dari perusahaan, (15/05/25).
Keesokan harinya, sosialisasi berlanjut ke tingkat desa, memicu kegelisahan warga.
Lima desa masuk dalam target ekspansi fase pertama: Pulau Manak, Banua Martinus, Banua Ujung, Saujung Giling Manik, dan Ulak Pauk.
Seiring berjalannya waktu, respon warga mulai terbelah. Dua desa menolak tegas, dua lainnya ragu, dan satu masih menimbang keputusan melalui mekanisme adat.
Gelombang sosialisasi terus mengalir tanpa kepastian batas maupun kejelasan.
Desa Terbelah, Sungai Jadi Taruhan
Ketika PT Ichiko menyambangi Desa Pulau Manak pada 16 Mei, suara masyarakat terbagi.
Sebagian menolak keras dengan alasan keberlanjutan hutan dan air bersih.
“Hutan ini hidup kami,” kata salah seorang warga.
Namun sebagian lain berkata, “Sediakan pekerjaan, baru kami ikut menolak.”
Ketegangan ini bukan semata soal ekonomi, tetapi juga ekologi.
Sungai Tamambaloh menjadi titik sentral. “Kalau satu desa saja menyetujui, sungai ini bisa tercemar dan kami semua kena dampaknya,” ujar Claudia Liberani, tokoh pemuda dari Saujung Giling Manik.
Di wilayah ini, tidak ada sumber air alternatif selain sungai tersebut. Di situlah letak urgensi yang tak tergantikan.
Penolakan Meningkat, Legitimasi Dipertanyakan
Banua Ujung dan Saujung Giling Manik menolak secara kolektif.
Bahkan rencana sosialisasi pada 19 Mei di Saujung Giling Manik dibatalkan karena warga bersikeras menolak kehadiran perusahaan.
Kedua desa ini kini dalam proses pengajuan Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), menjadikan posisi hukum mereka lebih kuat.
Sementara itu, sosialisasi di Banua Martinus pada 17 Mei berlangsung dengan ketegangan tinggi.
Desa ini masih menunggu hasil Kombong Banua, forum musyawarah adat, untuk mengambil keputusan.
Adapun Desa Ulak Pauk dijadwalkan menerima sosialisasi pada 20 Mei, namun ditunda tanpa alasan jelas.
Warga mencium adanya manuver tidak transparan dari perusahaan.
Gerakan Adat Melawan Korporasi
Melihat situasi yang makin tidak menentu, masyarakat Tamambaloh menggelar Kombong Banua pada 20 Mei.
Forum ini dihadiri Ketua Adat, perwakilan kecamatan, pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan pemuda dari kelima desa target ekspansi sawit.
Hasilnya tegas: menolak kehadiran PT Ichiko Agro Lestari dan mendorong percepatan pengakuan hutan adat.
“Kami menolak dengan bahasa yang sopan santun dan dengan pemikiran yang sangat jernih,” ujar Baki Suhardiono dalam forum tersebut.
Keputusan ini lahir dari kesadaran kolektif bahwa mempertahankan tanah adat dan sumber air jauh lebih penting daripada janji pekerjaan dari perusahaan yang belum jelas.
Di Luar Cakupan, Sosialisasi Terus Berlanjut
Meski perusahaan menyatakan ekspansi hanya meliputi lima desa, sosialisasi telah dilakukan di desa di luar cakupan awal.
Salah satunya adalah Menua Sadap pada malam 16 Mei.
Bahkan beredar kabar bahwa seluruh wilayah ketemenggungan Iban Jalai Lintang akan turut disosialisasikan, termasuk Sungai Utik yang sangat dikenal dalam gerakan konservasi adat.
Kenyataan bahwa desa-desa ini tidak masuk dalam daftar undangan resmi memperlihatkan betapa minimnya transparansi.
Sampai hari ini, tidak diketahui detail rancangan kebun sawit tersebut maupun legalitas prosesnya.
Ketertutupan informasi dan ketidakpastian prosedur memperkuat kekhawatiran warga: bahwa mereka tidak sedang diajak bicara, tetapi diberi tahu belaka.
Refleksi atas Krisis Transparansi dan Ekologis
Kasus PT Ichiko Agro Lestari di Tamambaloh menyoroti problem mendasar dalam ekspansi korporasi ke wilayah adat: komunikasi yang timpang, transparansi yang minim, dan ekologi yang terancam.
Hutan bukan sekadar ruang kosong untuk ditanami sawit. Ia adalah sumber hidup, spiritualitas, dan masa depan generasi.
Jika proses seperti ini terus berlangsung, bukan hanya Sungai Tamambaloh yang akan tercemar, tetapi juga kepercayaan publik terhadap komitmen negara dalam melindungi masyarakat adat.
Kombong Banua telah menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kapasitas untuk berdiskusi secara bermartabat.
Kini, giliran pemerintah dan perusahaan menunjukkan kesungguhan untuk mendengarkan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
-
Apa itu Kombong Banua?
Kombong Banua adalah forum musyawarah adat tingkat ketemenggungan untuk mengambil keputusan bersama. -
Apa alasan penolakan masyarakat Tamambaloh?
Ancaman terhadap sumber air bersih, kelestarian hutan, dan minimnya transparansi dari perusahaan. -
Siapa Claudia Liberani?
Tokoh pemuda dari Saujung Giling Manik yang menyuarakan kekhawatiran ekologis terhadap ekspansi sawit. -
Apa itu PPMHA?
Singkatan dari Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, pengakuan hukum atas eksistensi adat. -
Apakah semua desa menolak?
Tidak semua. Dua desa menolak tegas, dua masih ragu, dan satu menunggu keputusan Kombong Banua. -
Apakah sosialisasi hanya dilakukan di desa target?
Tidak. Sosialisasi juga dilakukan di desa luar cakupan awal seperti Menua Sadap. -
Siapa yang menggelar sosialisasi?
PT Ichiko Agro Lestari, perusahaan yang berencana membuka kebun kelapa sawit. -
Kapan Kombong Banua dilakukan?
Tanggal 20 Mei 2025. -
Apakah PT Ichiko memberi tanggapan atas penolakan?
Sampai saat artikel ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari perusahaan. -
Apa harapan masyarakat Tamambaloh?
Pengakuan atas wilayah adat dan hutan adat, serta dihentikannya ekspansi sawit.
Humaniora
Borobudur Butuh Revitalisasi Nilai Spiritual

TELEGRAF – Sebagai warisan dunia, pengelolaan Borobudur masih terus menjadi perhatian banyak pihak yang mendambakan terwujudnya model ideal sehingga muncul wajah baru. Saat ini para pegiat masyarakat terus prihatin atas terabaikannya nilai-nilai spiritual seiring meningkatnya aktifitas pariwisata.
Terkait dengan hal itu Yayasan Brayat Panangkaran bekerjasama dengan Agenda 45 akan menggelar sebuah diskusi ahli tentang Borobudur, Rabu siang, 7 Mei 2025 di Tebet, Jakarta Selatan.
Adapun tema diskusi adalah Borobudur dalam Keragaman Spiritual Sucoro Setrodiharjo, penggiat budaya dari Yayasan Brayat Pangkaran Borobudur menjelaskan bahwa dalam perkembangan pengelolaannya Borobudur telah menuai banyak persoalan.
“Untuk itu sangat penting untuk membuat ruang bersama, untuk menyelesaikan masalah secara bersama,” ujarnya, Selasa, (06/05/2025).
Disebutkan pegiat aksi Ruwat Rawat Borobudur yang telah berlangsung sejak tahun 2003 (23 tahun), itu mengingatkan bahwa aksi penolakan rencana kremasi jenazah seorang pengusaha beberapa saat lalu oleh warga Dusun Ngaran merupakan salah satu dampak terabaikannya nilai spiritual itu. Dalam ini sebuah langkah revitalisasi nilai spiritual amat diperlukan.
Dalam acara diskusi itu akan hadir budayawan, pejabat pemerintah dan intelektual seperti Hilmar Farid, Riwanto Tirtosudarmo, William Kwan, Heru Mulyantoro, Ibnu Maryanto, Chatrini Ari, Titin Fatimah, Dundin Zaenudin dan lainnya.
Diskusi ini diadakan bertujuan untuk menghasilkan sejumlah rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh semua pihak agar Borobudur dapat kembali berfungsi sebagai pusat pengembangan peradaban manusia sebagaimana saat awal pendiriannya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Agenda 45, Warsito Ellwein mengatakan bahwa pihaknya tertarik mendiskusikan Borobudur karena lembaga itu salah satu tujuannya adalah memberi kontribusi bagi penyusunan program pembangunan nasional menuju seabad Indonesia 2045. Dalam hal ini, Agenda 45 bekerja dengan perspektif dengan keyakinan kelak Indonesia mesti ikut berperan di tingkat global.
“Kami menyadari bahwa semenjak berdirinya Borobudur telah menjadi sebuah pusat pertumbuhan peradaban manusia,” tutur Warsito.
Oleh karenanya, sebagai warisan dunia, saat ini Borobudur bisa menjadi pusat pengembangan peradaban baru untuk dunia yang sedang membutuhkan perdamaian, keamanan, gotong-royong dan toleransi. Ini terjadi karena dunia semakin kecil sehingga batas batas negara semakin tipis.
Ilmu pengetahuan yang tersimpan dan berakar kuat di sana perlu disebarluaskan ke seluruh dunia lewat berbagai kegiatan, termasuk pariwisata dan kebudayaan. Untuk itu kegiatan kegiatan yang dimaksud mesti ditata sedemikian rupa agar dunia bisa menjadi lebih damai, berkeadilan sosial, aman dan lebih ramah bagi lingkungan hidup.
“Untuk itulah rekomendasi yang akan disampaikan nanti salah satunya adalah konsilidasi dan sinergi semua pihak untuk membuat Borobudur pusat peradaban masa depan,” imbuhnya.
Regulasi dan keterlibatan masyarakat menjadi hal penting lain yang mesti ditata agar saling mendukung dalam upaya mewujudkan kepentingan tersebut. Beragam kegiatan warga, kelompok masyarakat dan pemerintah mesti berjalan seiring.
Wisatawan yang datang tidak hanya mendapatkan keindahan candi dan pulang dengan perasaan damai dan toleransi. Wisatawan mesti merasakan perbedaan pengalaman dibandingkan yang mereka dapatkan dari tempat tempat lain.
Di sisi lain Novita Siswayanti Peneliti Masyarakat dan Budaya BRIN mengatakan bahwa pentingnya lembaga di bawah Kementerian Kebudayaan yang mengurus tentang keberagaman dan kemanfaatan Nilai Spiritualitas Borobudur serta tradisi budaya di lingkungan Kawasan Borobudur penting diapresiasi dan dilestarikan sebagai penyangga.
-
Ekonomika18 jam ago
Bank Jakarta Raih Penghargaan ESG Excellence Awards, Bukti Komitmen Dorong UMKM dan Ekonomi Inklusif
-
Ekonomika4 hari ago
BTN Optimistis Serap Penuh Dana Pemerintah Rp25 Triliun untuk Dorong Kredit Produktif dan Perumahan Rakyat
-
Ekonomika4 hari ago
BCA Syariah Perkuat Dukungan untuk UMKM Lewat Festival Kebudayaan Balimester 2025
-
Ekonomika2 minggu ago
Lestari Summit 2025 Dorong Resiliensi untuk Masa Depan Hijau
-
Rilis4 hari ago
KPI Merajut Jalinan Kerja Sama dengan Muhammadiyah untuk Mengawal Kepentingan Publik di Penyiaran
-
FEATURED2 minggu ago
“Bjorka” Menjawab Salah Tangkap: Bocornya 341 Ribu Data Polisi dan 679 Ribu Surat Rahasia untuk Presiden
-
Ekonomika1 minggu ago
FSPPB Serukan Gerakan “Selamatkan Pertamina” Demi Kedaulatan Energi Nasional
-
Entertainment1 minggu ago
Andien dan Konser Suarasmara: Merayakan 25 Tahun dalam Simfoni Cinta dan Cahaya
-
Humaniora2 minggu ago
Merayakan Inisiatif Perdamaian Global, UNU Jogja – Indika Foundation Gelar “2R: Ruang Riung
-
Ekonomika7 hari ago
BTN Perkuat Komitmen Salurkan 140 Ribu Rumah Subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
-
Ekonomika1 minggu ago
OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga, Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tetap Kuat
-
Ekonomika4 minggu ago
Anggito Abimanyu Resmi Ditunjuk Jadi Ketua Dewan Komisioner LPS 2025-2030