JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID – Kementerian Agama berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin santri melalui pesantren yang bebas dari kekerasan. Dalam upaya menciptakan lingkungan yang ramah dan aman bagi santri, Kemenag, dalam hal ini Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, bersama Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama Republik Indonesia, menyelenggarakan Istighosah bersama dan Deklarasi Pesantren Ramah Anak.
Eny Retno Yaqut, Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama, dalam arahannya menegaskan pentingnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah menjadi bagian integral dari masyarakat Indonesia sejak lama. “Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan memiliki pengaruh besar dalam menyiapkan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjaga agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman, nyaman, dan ramah bagi santri,” ujar Eny pada Kamis (3/10/2024).
Tema yang diusung dalam acara ini, “Menciptakan Lingkungan Pesantren Ramah Anak dengan Mempersiapkan Santri Terbaik untuk Masa Depan Indonesia,” menjadi sorotan penting. Eny menekankan bahwa menciptakan pesantren ramah anak merupakan bagian dari amanat konstitusi yang menjamin hak anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang aman. Hal ini juga selaras dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1262 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.
Lebih lanjut, Eny menggarisbawahi pentingnya mempersiapkan santri dari segi akhlak, keilmuan, dan kemampuan teknologi. “Santri tidak hanya harus cakap dalam ilmu agama, tetapi juga harus siap menghadapi tantangan zaman, terutama di era Society 5.0 yang menitikberatkan pada teknologi canggih. Jika santri tidak melek teknologi, mereka akan kesulitan mempersiapkan diri untuk masa depan Indonesia,” ungkapnya.
Eny juga mengajak semua pihak untuk mencegah segala bentuk kekerasan di pesantren. “Kami sangat prihatin dengan kasus kekerasan yang terjadi di beberapa pesantren. Oleh karena itu, kami menyediakan nomor pengaduan bagi santri yang mengalami kekerasan, agar mereka bisa melapor dan mendapatkan perlindungan. Kami semua bertanggung jawab untuk memastikan pesantren menjadi tempat yang aman bagi mereka,” tegasnya.
Berdasarkan data Kementerian Agama, terdapat 30.494 pesantren di Indonesia dengan lebih dari 4,3 juta santri. Melihat besarnya jumlah pesantren dan santri, Eny mengingatkan bahwa tantangan untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 sangat besar. Setidaknya, ada empat tantangan utama yang dihadapi pesantren: penguatan pendidikan, pengembangan karakter dan moral, pemberdayaan ekonomi santri, serta peningkatan kesejahteraan lahir dan batin.
Di akhir arahannya, Eny mengajak seluruh Dharma Wanita Persatuan di seluruh Indonesia untuk turut mengkampanyekan pesantren ramah anak dan mencegah segala bentuk kekerasan. “Sebagai ibu, kita memiliki peran besar dalam memastikan pesantren menjadi lembaga yang aman dan bebas dari kekerasan, demi melahirkan generasi santri terbaik untuk masa depan Indonesia,” katanya.
Dengan adanya Deklarasi Pesantren Ramah Anak ini, diharapkan pesantren di seluruh Indonesia dapat lebih memperhatikan kesejahteraan santri dan terus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan. “Pesantren Hebat, Santri Top, Stop Bullying, Stop Kekerasan!,” pungkas Eny.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Abu Rokhmad, dan dihadiri oleh para pengurus pesantren, pengasuh santri, serta Dharma Wanita Persatuan (DWP) dari seluruh Indonesia melalui platform Zoom Meeting.
Dalam sambutannya, Abu Rokhmad menekankan pentingnya peran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dalam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas. “Pesantren telah memberikan kontribusi besar bagi pendidikan dan kehidupan bangsa. Namun, kita harus memastikan bahwa pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak. Pendidikan dan pengalaman yang baik di pesantren akan menjadi bekal penting dalam menghadapi masa depan,” ujar Abu.
Abu juga mengingatkan bahwa meskipun terdapat kasus-kasus yang memerlukan perbaikan di beberapa pesantren, nilai-nilai positif yang telah ditanamkan jauh lebih besar. Ia mengajak seluruh pihak, termasuk pengasuh pesantren dan masyarakat, untuk terus menjaga dan memperbaiki sistem pendidikan pesantren agar sejalan dengan prinsip-prinsip ramah anak.
Deklarasi Pesantren Ramah Anak ini diharapkan menjadi langkah nyata untuk mewujudkan pesantren yang bebas dari kekerasan fisik, verbal, maupun seksual. “Pesantren harus menjadi lembaga yang suci, yang melahirkan generasi terbaik untuk masa depan bangsa. Dengan komitmen dan tekad yang kuat, insya Allah kita mampu mewujudkan pesantren ramah anak secepat mungkin,” tutup Abu.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Basnang Said, menyampaikan laporan mengenai regulasi yang telah diterbitkan oleh Kementerian Agama dalam rangka melindungi anak-anak di lingkungan pesantren. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Menteri Agama Nomor 72 tentang pencegahan dan penindakan kekerasan seksual di satuan pendidikan serta Keputusan Dirjen Pendidikan Islam tentang pedoman Pesantren Ramah Anak. “Regulasi ini adalah wujud komitmen pemerintah untuk menciptakan pesantren yang aman dan nyaman bagi santri,” kata Basnang.
Lebih lanjut, Basnang juga menggarisbawahi pentingnya aspek gizi dalam mendukung tumbuh kembang santri di pesantren. “Kita harus memperhatikan asupan gizi yang cukup bagi santri, terutama di daerah-daerah yang masih kurang optimal dalam memanfaatkan sumber daya pangan lokal seperti ikan. Ini adalah tanggung jawab kita semua,” tambahnya.
Acara ini turut dihadiri oleh 992 peserta dari berbagai daerah yang berpartisipasi secara daring, mencerminkan antusiasme dan komitmen bersama dalam menjaga marwah pesantren sebagai lembaga pendidikan Islami yang ramah dan bebas dari kekerasan.