TELEGRAF – Di sebuah ruang pertemuan di Hotel Park 5, Simatupang, Jakarta Selatan, diskusi berlangsung intens, (31/7/25).
Para perwira Polri duduk bersama pakar sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), membedah ulang skema sertifikasi Penyuluh Hukum yang dianggap perlu diperbarui.
Suasana formal itu menjadi saksi sebuah ikhtiar besar: memperkuat kompetensi aparat penegak hukum dari sisi non-penindakan—penyuluhan hukum.
Ade Syaekudin, Koordinator Bidang Lisensi BNSP, tampil sebagai narasumber utama dalam kegiatan Kelompok Kerja (Pokja) Revisi Skema Kualifikasi dan Sertifikasi Penyuluh Hukum Tahun Anggaran 2025.
Ia tak sekadar memberi ceramah, tapi menawarkan sudut pandang kritis tentang bagaimana penyuluh hukum Polri harus menjawab tantangan zaman.
“Skema ini tak boleh lagi bersifat administratif belaka.
Ia harus menjamin bahwa setiap penyuluh hukum Polri benar-benar memiliki kompetensi yang terstandar dan relevan di lapangan,” ujar Ade, yang turut membawa semangat penyelarasan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) terbaru.
Bukan Sekadar Revisi, Tapi Reformasi
Kegiatan yang diinisiasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Lemdiklat Polri ini bukan pekerjaan rutin tahunan.
Di dalamnya, ada kesadaran baru bahwa kerja penyuluhan hukum tak cukup lagi hanya menjadi pelengkap tugas penegakan hukum.
Penyuluh hukum adalah wajah Polri yang hadir langsung ke masyarakat, memberi pemahaman, bukan penaklukan.
Puluhan perwira hadir dalam sesi tersebut.
Dari Divisi Hukum Polri, tampak Brigjen Pol Yohanes Hernowo, Kombes Pol Darwis Rincing, dan Kabag Renmin Kombes Pol Marthen Mangundap.
Hadir pula jajaran dari Lemdiklat Polri seperti Ka LSP Kombes Pol Dhani Kristianto dan AKBP Theodolus Tri dari bagian standardisasi.
Mereka tidak sekadar menyimak, tapi turut memberi masukan substansial soal muatan skema yang akan dirumuskan.
Materi diskusi tak melulu soal kurikulum, tetapi juga menyoal relevansi terhadap konteks sosial, keberpihakan pada masyarakat, serta pendekatan humanis yang harus jadi arus utama penyuluhan hukum.
Penyuluh Hukum, Pilar Sosialisasi Tanpa Senjata
Dalam konteks reformasi Polri, penyuluh hukum berperan seperti ujung tombak lembut.
Mereka hadir di sekolah, kampus, kampung, dan ruang publik lainnya untuk menjelaskan hukum dengan bahasa yang dimengerti rakyat.
Namun tugas itu, sebagaimana diamini peserta Pokja, seringkali dihadapi dengan keterbatasan metode, pemahaman, bahkan struktur pelatihan yang belum memadai.
“Inilah kenapa skema sertifikasi ini penting direvisi. Kita ingin penyuluh hukum Polri setara secara kompetensi dengan profesi strategis lainnya,” ujar AKBP Martahi J. H. David dari Divkum Polri yang turut hadir sebagai peserta aktif.
Dengan penyusunan ulang skema ini, Polri berharap bisa melahirkan penyuluh hukum yang tak hanya paham regulasi, tapi juga mampu menyampaikan dengan empati dan narasi yang membangun kesadaran hukum, bukan ketakutan.
Membangun SDM yang Siap Hadapi Tantangan Hukum Modern
Revisi skema ini tak berdiri sendiri. Ia bagian dari ekosistem pembaruan kapasitas SDM penegak hukum yang menekankan integritas, kompetensi, dan profesionalisme.
“BNSP melihat inisiatif ini sebagai contoh ideal sinergi lembaga negara untuk peningkatan kualitas SDM,” tutur Ade menutup sesi pemaparannya.
Dengan target implementasi pada tahun anggaran 2025, hasil revisi skema ini diharapkan tidak hanya memperkuat peran penyuluh hukum di internal Polri, tetapi juga mendorong peningkatan kualitas literasi hukum di tengah masyarakat luas.