Telegraf– Keseimbangan antara penguatan sektor minyak dan gas bumi (migas) serta percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dinilai menjadi kunci utama menjaga ketahanan energi nasional di tengah ketidakpastian global dan agenda transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolin Wahjong dalam EITS Discussion Series VII 2025 bertajuk “Pemantik Bisnis Sektor ESDM 2026, Dari Hilirisasi Hingga Transisi” yang digelar di Jakarta, Senin (15/12), menegaskan bahwa sektor hulu migas masih memegang peran strategis dalam menjamin pasokan energi nasional, terutama di masa transisi energi. Menurutnya, pemerintah perlu segera menghentikan tren penurunan produksi migas agar ketahanan energi tetap terjaga hingga dekade mendatang.
“Kita harus menghentikan penurunan produksi dan meningkatkan produksi selama era transisi energi, sembari tetap menargetkan Net Zero Emission pada 2060,” ujar Marjolin.
Ia menyoroti proyeksi lonjakan permintaan energi nasional hingga 2050, di mana permintaan gas diperkirakan meningkat empat kali lipat dan minyak dua kali lipat. Kondisi ini, menurutnya, menuntut kebijakan yang pro-investasi, kepastian hukum, serta percepatan eksplorasi migas.
Dari sisi pemerintah, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Muhammad Kemal menyampaikan bahwa optimalisasi lifting migas menjadi prioritas strategis untuk menekan impor energi dan menopang penerimaan negara. Pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 610 ribu barel per hari dan gas 5.500 MMSCFD pada 2026 dengan dukungan investasi lebih dari US$22 miliar.
“Kolaborasi antara pemerintah, SKK Migas, dan KKKS menjadi kunci agar migas tetap berperan sebagai penyangga ketahanan energi nasional,” ujar Kemal.
Sementara itu, gas alam juga dinilai berperan sebagai jembatan penting transisi energi. Manager New and Renewable Energy Pertamina NRE Chandra Asmara menyebut pembangkit listrik berbasis gas mampu menekan emisi hingga 70 persen dibandingkan PLTU batu bara serta menjaga keandalan sistem kelistrikan nasional.
Pemerintah sendiri menegaskan bahwa penguatan EBT tetap berjalan seiring dengan optimalisasi migas. Hingga Semester I 2025, bauran EBT nasional telah mencapai sekitar 16 persen dan terus digenjot untuk memenuhi target Kebijakan Energi Nasional.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dina Nurul Fitriah menegaskan bahwa kebijakan energi ke depan harus mampu menyeimbangkan aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan. “Transisi energi harus realistis dan berpijak pada kondisi ketahanan energi nasional,” ujarnya.