Telegraf – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pemerintah berencana membentuk tim untuk membahas rencana restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
Purbaya mengatakan tim tersebut nantinya akan bertugas dalam negosiasi penerapan skema yang tepat dalam proses restrukturisasi tersebut, termasuk di antaranya rencana penggunaan harga rampasan koruptor.
“Masih didiskusikan detailnya. Tapi nanti, mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi untuk diskusi seperti apa nanti pembayarannya. Itu [mungkin] saya diajak biar tahu diskusinya seperti apa,” kata Purbaya kepada wartawan di Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (11/11/2025).
Soal penggunaan harta rampasan koruptor untuk pmebayaran utang Whoosh, Purbaya mengaku hingga saat ini masih terus didiskusikan.
Usulan tersebut sebelumnya datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Bahkan, Prabowo juga sempat mengatakan akan turut bertanggung jawab atas polemik utang proyek tersebut.
“Enggak usah khawatir ribut-ribut Whoosh. Saya sudah pelajari masalahnya. Tidak ada masalah, saya tanggung jawab nanti Whoosh semuanya,” tegas Prabowo, belum lama ini.
Dalam kesempatan lain, CEO BPI Danantara Rosan Roeslani mengatakan pemerintah tengah mematangkan skema pelibatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Dia mengaku pemerintah akan terlibat dalam membantu pembiayaan utang melalui skema public service obligation (PSO), dengan alasan keterlibatan APBN telah diatur lewat skema PSO untuk sektor layanan publik, seperti transportasi umum.
“Sedang kita matangkan, pemerintah pasti hadir, kan itu ada undang-undangnya juga untuk prasarana dan juga untuk mass transportasi itu adalah tanggjung jawab pemerintah,” kata Rosan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (05/11/2025) lalu.
Tetapi, Rosan menggarisbawahi konsorsium pengelola Whoosh bakal tetap menanggung biaya operasional. Hanya saja, Rosan enggan berkomentar lebih jauh soal skema pembayaran utang Whoosh setelah opsi APBN belakangan dibuka pemerintah.
Sebagai informasi, konsorsium proyek Whoosh melibatkan sejumlah BUMN, antara lain PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR). Total nilai investasi proyek ini mencapai US$7,2 miliar, termasuk pembengkakan biaya atau cost overrun sekitar US$1,2 miliar.
Proyek dibiayai melalui skema 75% pinjaman dari China Development Bank (CDB) dan 25% setoran modal pemegang saham, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60% serta Beijing Yawan HSR Co. Ltd. sebesar 40%.