Telegraf – Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay/Provinsi Papua Barat Dan Papua Barat Daya Mananwir Paul Finsen Mayor menyinggung watak Orde Baru dan militeristik sosok capres/cawapres pilpres 2024 yang sulit diterima mayarakat Papua karena masih memiliki trauma yang mendalam.
Menurut Finsen, memasuki tahapan kampanye politik yang dimulai dari hari ini, Selasa 28 November 2023 hari ini sampai 10 Februari 2024, Dewan Adat Papua mengeluarkan seruan moral kepada segenap elemen masyarakat adat Papua dan penduduk di enam provinsi di tanah Papua agar cermat memilih pemimpin.
Selain menolak pemimpin berwatak Orde Baru yang militeristik, dewan adat juga tidak menganjurkan memilih pemimpin yang punya rekam jejak politik identitas.
“Dewan Adat Papua (DAP) sebagai rumah besar masyarakat adat Papua memandang bahwa dewan adat Papua sebagai pemegang otoritas adat di tanah Papua dengan ini menyerukan kepada segenap masyarakat adat Papua maupun penduduk yang mendiami enam provinsi di tanah Papua untuk tidak boleh memilih calon presiden republik Indonesia dengan rekam jejak diduga kuat sebagai pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan memainkan politik dinasti dengan menggunakan “Kewenangan Tertentu” untuk merebut kekuasaan di dalam negara republik Indonesia ini,” kata Finsen Mayor melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/11/2023).
Dewan adat Papua juga menolak dengan tegas calon pesiden yang maju dengan menggunakan politik identitas karena akan menghancurkan semua tatanan kehidupan masyarakat di tanah Papua maupun di seluruh wilayah di Indonesia.
Bagi Dewan Adat Papua, masyarakat adat Papua mengalami kondisi trauma militeristik (ketakutan yang mendalam atas kekejaman militer) di masa lalu yang mengalami tindakan represif oleh rezim Orde Baru sehingga sampai saat ini banyak sekali korban-korban pelanggaran HAM berat yang diabaikan dan tidak pernah ada perhatian khusus dari negara terhadap kondisi hidupnya hingga saat ini.
“Maka kami serukan agar melihat dengan hati nurani yang tulus dan bersih bahwa sesungguhnya kita memilih pemimpin yang mempunyai rekam jejak baik dan bersih atau berpihak kepada rakyat kecil serta dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat Papua dan juga segenap penduduk di tanah Papua,” tegasnya.
Lebih lanjut, dewan adat Papua meminta masyarakat adat Papua dan penduduk di tanah Papua untuk memilih pemimpin yang mencintai, menghormati harkat dan martabat orang Papua.
Memilih pemimpin yang berpihak kepada kaum kecil atau rakyat jelata, memilih pemimpin yang kemudian tidak akan melakukan operasi militer di tanah Papua tetapi mengedepankan pendekatan humanistik atau dialog berasas kekeluargaan untuk membangun kesejahteraan dan masa depan Papua yang lebih baik.
“Kami juga menyerukan kepada segenap anak-anak adat Papua yang ada di pemerintahan maupun diberbagai partai politik untuk memikirkan masa depan masyarakat adat Papua dan masa depan generasi penerus orang Papua dengan tidak mengajak masyarakat adat Papua maupun penduduk Papua untuk memilih pemimpin dengan rekam jejak diduga kuat terlibat sejumlah pelanggaran HAM di tanah Papua dimasa lalu,” ajaknya.
Juga mengajak anak-anak adat Papua untuk jangan mengajak atau mengarahkan masyarakat adat Papua maupun penduduk enam provinsi di tanah Papua untuk memilih pemimpin yang menggunakan politik identitas ataupun suku, agama dan ras atau antar golongan (SARA) karena akan merusak tatanan kehidupan sehari-hari di tanah Papua maupun di seluruh wilayah di Indonesia.