Telegraf, Jakarta – Dalam rangka memperingati hari anak Internasional pemerintah melalui Kementrian Kesehatan galakan pemberian makanan sehat untuk anak pada masa keemasan, pemberian makanan sehat dalam 1000 hari pertama akan melindungi anak – anak dari berbagai penyakit.
“1000 hari pertama adalah masa keemasan tumbuh kembang anak, karenanya kebiasaan memberi pangan yang tidak layak konsumsi anak, sama saja dengan menabung penyakit untuk anak dalam usia produktif mereka,” ungkap Arif Hidayat pengurus harian Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI).
Direktur kesehatan keluarga Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Erni Gustina mengatakan ibu-ibu saat ini yang juga biasa disebut ibu-ibu kekinian, dalam urusan menyajikan makanan untuk buah hatinya sebagian besar memilih dengan cara kepraktisan, dengan menggunakan bumbu-bumbu instan yang banyak beredar di pasaran.
“Ibu-ibu kekinian jangan bersembunyi di balik kepraktisan, ibu-ibu yang kekiniankan mikirnya yang praktis, tidak bisa masak pakai bumbu, masaknya banyak padahal dibumbu masak itu banyak sekali zat-zat yang tidak sesuai dengan kesehatan, pengawetnya, sudah pasti, kalau bumbu masak yang sachetan itu sudah pasti ada pengawetnya karena tidak mungkin tidak ada pengawet,” ungkapnya saat konfrensi pers di Jakarta, Minggu (19/11/17).
Erni menjelaskan untuk mengatasi masalah ini diharapkan bisa bersama sama saling mendukung dalam upaya mewujudkan anak-anak memperoleh makanan sehat sengan cara mendidik orang tuanya dan juga anak-anaknya.
Erni mencontohkan hingga saat ini sudah ada beberapa sekolah menjadikan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) berintergrasi, yang mana mengundang orang tua kesekolah dalam rangka edukasi mengenai makanan sehat yang di konsumsi anak-anaknya serta diusahakan membawa bekal dari rumah.
Di temui di tempat yang sama wakil ketua harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menjelaskan saat ini tayangan iklan produsen Susu Kental Manis (SKM) begitu masif namun konsumen masih buta dengan kandungan gizi yang terkandung dalam SKM tersebut.
“Memang dalam kemasan ditulis kandungan tapi tidak dijelaskan berapa persen kandungan gula maupun susunya,” jelas Yatmo. Melihat posisi konsumen yang lemah karena informasi yang gencar dari produsen SKM, Yatno mendesak agar produsen SKM menuliskan dengan jelas komposisi dari kandungan SKM tersebut.
“Produsen SKM harus jujur dan berani membuka informasi kepada publik terkait kandungan gula dalam SKM ini,” tegasnya Yatno.
Arif menambahkan banyak perusahan yang memanfaatkan anak-anak dalam iklan produk mereka, padahal produk tersebut tidak diperuntukan untuk anak-anak, misalnya iklan dan label susu kental manis. “Label dan iklan ini sudah tentu menyesatkan para orang tua, SKM diperuntukan sebagai topping makanan dan minuman sekarang beralih menjadi minuman menyehatkan, padahal kandungan gulanya melebihi 50%,” terang Arif.
Dalam melindungi anak Indonesia dari pangan yang tidak sehat, Kemenkes mengadeng sejumlah LSM dan organisasi yang di motori YAICI, DWP Kemenpora, PP Muslimat NU, dan pemerintah yang diwakili Kementerian Kesehatan, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menandatangani petisi-petisi, hal ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya pangan yang tidak layak dikonsumsi oleh anak, namun diberikan sebagai pangan sehari hari. (Red)
Credit Photo : Shutterstock