Telegraf, Jakarta – Warga Perumahan Tanah Kusir, Jakarta Selatan, mengajukan gugatan kepada Menhankam CQ Kodam Jaya ke Pengadilan (PN) Jakarta Timur, terkait penerbitan surat peringatan tertulis tertanggal 17 April 2017 oleh Aslog Kodam Jaya kepada 17 rumah untuk dikosongkan dalam waktu 14 hari. Lokasi rumah itu komplek Perumahan TNI Kodam Jaya Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Warga memberikan kuasa gugatan kepada Das’at Yusuf untuk membela hak-hak mereka. Pengacara yang dikenal pernah membela artis di era 80 an Merriam Belina ini mengaku siap memberikan pendampingan kepada warga Tanah Kusir.
“Kami taat dan menggunakan jalur hukum untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut, semua proses hukum akan kami ikuti,” ujar Das’at Yusuf, pengacara yang telah malang melintang di rimba pengadilan ini ketika dihubungi di Jakarta.
Perwakilan warga Tanah Kusir yang mengajukan gugatan, Bambang Sudrajat menambahkan bahwa mereka melakukan gugatan karena mereka menilai ini tindakan yang melanggar hukum. “Jika mereka menganggap itu rumah dinas harus dibuktikan di pengadilan,” ujar Bambang Sudrajat di depan kantor PN Jaktim, Cakung, pada Selasa (23/5).
Bambang mengklaim bahwa warga di Komplek Kodam Tanah kusir tinggal di tempat itu mulai 1965. Untuk itu, perlu upaya duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik. Dia menjelaskan, sebelum surat peringatan diberikan, belum ada proses mediasi diantara kedua belah pihak.
“Harapan kami harus dihargai hak asasi kita sebagai manusia. Jangan diusir begitu saja, harus ada duduk bersama baik-baik cari solusi yang terbaik,” kata Bambang.
Saat ini di kompleks Kodam Tanah Kusir ada sekitar 350 rumah. Namun yang sudah diberi SP1 dan SP2 hanya 17 rumah. “Kami pastikan tetap melawan. Kami sedang melakukan upaya hukum, sehingga semua orang harus menghormati proses hukum,” tegas Bambang.
Pada Selasa (23/5) Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengelar sidang perdana gugatan warga Perumahan TNI Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Sidang tersebut beragendakan sidang mediasi antara warga dan Kodam jaya. Namun karena pihak Kodam Jaya tidak hadir terpaksa sidang tersebut ditunda.
Menurut Bambang tanah di perumahan Tanah Kusir tersebut dulunya ditempati para pejuang kemerdekaan yang merupakan warga pindahan dari Lapangan Banteng sejak tahun 1964.
Bambang mengatakan sebelum dipindah dari kawasan Lapangan Banteng, warga diberikan pilihan untuk memilih uang atau rumah oleh Panglima Oemar Wirahadikusumah.
“Yang memilih rumah, akhirnya diberikan kunci rumah dengan nomor rumah masing-masing, sementara yang memilih uang dapat membeli rumah di lokasi lain. Namun tak ada surat izin penempatan yang diberikan pada warga yang memilih rumah tersebut hingga tahun 1972,” jelasnya.
Awalnya luas kompleks Perumahan Tanah Kusir tersebut adalah 13,7 hektar, namun seiring berjalannya waktu, luas tanah hanya bersisa 6,5 hektar.
Tahun 2005 hingga 2006, pihak Kodam Jaya pernah mengajukan ruislag (praktek yang dilakukan pemerintah untuk menangani aset-aset yang sudah tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota), dan menawarkan kompleks tersebut pada pengembang. Namun antara pihak Kodam dan warga RW 08 tak terjadi kesepakatan.
“Di tahun 2005, Pangdam Jaya menginformasikan pada Kepala Staf TNI AD bahwa sebagian tanah di kompleks tersebut belum memiliki sertifikat. Dari 13,7 hektar, hanya 7,2 hektar yang baru memiliki sertifikat,” kata dia.
Sebenarnya warga RW 08 di tahun 1990-1992 pernah ditawarkan untuk membuat sertifikat, namun tak ditanggapi dengan serius, karena menurut mereka, PLN, PBB dan sebagainya telah dibayar sendiri atas nama masing-masing.
Tahun 2013 warga memblokir area kompleks Perumahan Tanah Kusir di BPN arena Kodam Jaya ingin menguasai area tersebut, sementara mereka (pihak kodam), menurut Bambang, juga tak memiliki sertifikat untuk tanah di area RW 08. Hingga di tahun 2015, Kodam Jaya memblokir area kompleks Perumahan Tanah Kusir hingga sekarang, sampai turun SP-2 kepada warga.
“Kami warga perumahan kompleks Perumahan Tanah Kusir RW 08 mencari keadilan terhadap objek tanah negara di kompleks perumahan ini. Kami percaya bahwa supremasi hukum dapat ditegakkan,” harapnya.
Apabila hasil keputusan pengadilan menetapkan bahwa tanah tersebut milik Kodam Jaya, maka mereka bersedia untuk keluar, namun dengan beberapa syarat.
“Kalaupun kami terpaksa harus keluar dari perumahan ini karena suaru hal yang tidak bisa ditolak sesuai dari hasil pengadilan, maka sesuai hukum yang berlaku ada penyelesaian terbaik yang tentunya tidak akan merugikan kami yang telah tinggal selama 53 tahun di lokasi tersebut,” tutupnya. (Red)