Telegraf – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa Program Penjaminan Polis (PPP) akan menjadi instrumen penting dalam memperkuat perlindungan bagi pemegang polis serta menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, Ferdinan D. Purba, menyampaikan hal tersebut dalam COO Summit 2025 yang diselenggarakan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Bandung, Kamis (06/11/2025).
Ferdinan mengungkapkan, implementasi PPP telah terbukti efektif di berbagai negara seperti Korea Selatan, Kanada, Inggris, dan Malaysia. Negara-negara tersebut menunjukkan bahwa penjaminan polis mampu meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat tata kelola industri asuransi, serta mempercepat penanganan perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar.
“PPP merupakan bagian integral dari kerangka recovery & resolution yang menyeluruh. Peran ini menjadi elemen penting dalam financial safety net nasional agar resolusi perusahaan asuransi dapat berjalan efektif dan melindungi pemegang polis,” ujarnya.
Ferdinan menambahkan, dampak positif PPP sejalan dengan pengalaman penerapan program penjaminan simpanan di sektor perbankan Indonesia. Keberadaan LPS terbukti meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik dari rata-rata 7,7% sebelum LPS beroperasi menjadi 15,3% setelah program berjalan.
Contoh serupa juga terlihat di Malaysia, di mana pendapatan premi asuransi meningkat dari rata-rata 5,5% menjadi 9,7% setelah aktivasi PPP.
LPS saat ini tengah mempercepat penyusunan kebijakan pelaksanaan PPP, termasuk kebijakan resolusi bagi perusahaan asuransi dan asuransi syariah. Bila prasyarat telah dipenuhi sesuai timeline, registrasi kepesertaan PPP untuk perusahaan asuransi jiwa dan umum akan dimulai pada triwulan III tahun 2026.
“Koordinasi dengan OJK menjadi krusial, terutama dalam pertukaran data. LPS menargetkan sistem Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) dapat go-live pada tahun 2025,” jelasnya.
Desain PPP Dibangun Berdasarkan Best Practice Internasional
LPS memastikan desain PPP mengacu pada prinsip global, termasuk pembatasan cakupan dan nilai maksimum penjaminan untuk mengurangi risiko moral hazard dan kebutuhan pendanaan yang berlebihan. Saat ini LPS tengah mengkaji lini usaha dan produk yang akan dijamin berdasarkan karakteristik produk, loss ratio, dan pangsa pasar.
Terkait skema iuran, LPS mempertimbangkan penerapan premi berbasis risiko (differential premium) agar menjadi insentif bagi perusahaan asuransi yang memiliki tata kelola dan manajemen risiko yang baik.
UU P2SK mewajibkan perusahaan asuransi untuk menyerahkan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta kepada LPS. Data tersebut akan menjadi dasar penentuan polis yang layak mendapatkan penjaminan saat terjadi resolusi.
Kolaborasi LPS dengan Asosiasi Industri Asuransi
Sebagai bagian dari persiapan aktivasi PPP, LPS telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan AAJI, AAUI, AASI, dan AAMAI pada 18 Oktober 2025. Kerja sama tersebut meliputi penyediaan tenaga ahli, edukasi, pelatihan, publikasi, serta riset bersama sektor asuransi.
“Dengan dukungan penuh dari industri, kami optimistis PPP akan memperkuat kepercayaan publik dan mendorong pertumbuhan sehat sektor asuransi nasional,” tutup Ferdinan.