Telegraf– Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, jumlah susu yang dibeli oleh rumah tangga Indonesia lebih banyak membeli SKM per bulan dibandingkan jenis susu bubuk dan susu cair olahan pabrik, Hal ini dikarenakan kental manis cepat, mudah terjangkau bahkan di pelosok-pelosok daerah dan harganya murah.
Sebanyak 66,1 persen rumah tangga Indonesia membeli jenis SKM, 28,3 persen pembeli susu bubuk, dan 14,6 persen membeli susu cair olahan pabrik. SKM masih jadi pilihan rumah tangga baik di perkotaan maupun pedesaan.
Arif Hidayat Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) mengungkapkan pemahaman masyarakat mengenai gizi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari bagaimana persepsi masyarakat mengenai susu kental manis. Dari temuan di 5 Provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku dan NTT didapati angka yang cukup tinggi yaitu sebanyak 28,96% masyarakat mengatakan bahwa SKM adalah susu pertumbuhan.
“Sebanyak 16,79% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. Padahal, fakta menyebutkan SKM tidaklah sama dengan susu dan tidak dpat mendukung tumbuh kembang kesehatan anak. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa kandungan gula SKM sangatlah tinggi yaitu 51% – 56% dengan kandungan lemak SKM berkisar 43% – 48% yang artinya produk SKM ini dapat dikategorikan sebagai bukan susu melainkan pemanis dengan perisa susu,” tuturnya dalam acar acara launching dan bedah buku yang berjudul “Masa Depan Anak Indonesia Terganggu Susu Kental Manis” pada Jumat, (25/2).
Konsumsi kental manis pada anak disebabkan minimnya pengetahuan orangtua soal gizi. Selain itu, kental manis dikonsumsi karena mudah diperoleh di warung, bahkan sampai di pelosok. Harga kental manis juga terjangkau.
Peneliti PP Aisyiyah, Tria Astika, mengatakan, sebagian responden menganggap kental manis ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Sebagian responden pun meyakini bahwa mengonsumsi 3-5 gelas kental manis per hari bisa mempercepat kenaikan berat badan anak.
“Dampak konsumsi kental manis tidak hanya stunting, anak juga bisa terkena anemia,” tuturnya.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra Chairunnisa, M.Kes menambahkan, mengapa masyarakat masih mengonsumsi kental manis, karena kental manis cepat mudah terjangkau di dapat di pelosok-pelosok dan murah.
“Hal ini ada korelasi dengan penelitian kami.” Salah persepsi SKM dikonsumsi oleh masyarakat,” tutupnya. (Virgina)
Photo Credit : ilustrasi kental manis/Doc/(SHUTTERSTOCK/New Africa)