Telegraf – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Agil Prasojo menyebut nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Momentum Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) sebagai respon terhadap cita cita reformasi yang berumur 25 tahun. “Transparansi informasi kepada publik menjadi sebuah tuntutan di era reformasi”, ujarnya.
Lanjutnya, keterbukaan informasi di Indonesia belum terlihat yang dibuktikan dari nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik dari hasil 34 provinsi yang di monev pada tahun 2022 masih dengan nilai yang masih dalam kategori cukup. “Artinya, relatif belum menunjukkan terwujudnya implementasi keterbukaan publik.” tuturnya dalam keterangannya, Sabtu (20/5/2023)
Agil menghimbau agar tahun 2023 ini nilai keterbukaan informasi kedepannya khususnya pada bada publik di bidang ekonomi dapat memberikan transparansi data dan memperhatikan pertumbuhan umkm guna meningkatkan pendapatan, kemakmuran dan mewujudkan aplikasi dari UU 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Sehingga, dapat dijadikan acuan penelitian pengembangan bagi mahasiswa dan membantu lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik.
Kemudian, sorotan juga ke pemerintah jika tetap melanjutkan mega proyek, pemerintah harus mengkaji dampak-dampak yang akan ditimbulkan. Ia berharap mahasiswa sebagai agent of change haruslah ikut dalam memonitoring sejauh mana pemerintah dalam mengawal mega proyek seperti IKN”, ungkapnya. Sementara itu, dari Departemen Sosial Politik BEM FE UNJ Rayhan Mevito juga menambahkan komentar terkait isu IKN menjadi permasalahan yang sama. Ia mengatakan “bagaimana pun juga IKN merupakan proyek yang sangat besar dan menghabiskan anggaran yang besar pula, disisi lain negara ini sedang dalam proses pemulihan ekonomi pasca covid”.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan urgensi proyek IKN, sementara saat ini kita masih dalam proses pemulihan ekonomi pasca pandemi. Rayhan menilai pemerintah sekarang ini terlalu tergesa-tergesa dalam membuat keputusan. Mereka yang seharusnya memprioritaskan kondisi perekonomian malah merencanakan perpindahan ibukota yang malah membuang buang uang negara, tutupnya.