Telegraf, Yogyakarta – Banyaknya sampah visual membuat Gerakan Jogja Garuk Sampah tidak hanya fokus pada persoalan sampah kemasan atau rumah tangga. Sejak 17 Agustus 2016 lalu, gerakan ini telah melebarkan sayapnya dengan membentuk Masyarakat Peduli Terhadap Rambu-rambu Lalulintas dan APILL (Mas Trampill).

“Kita ingin mencoba hal yang berbeda, yaitu dengan membersihkan sampah visual. Dimana sampah tersebut merupakan penyumbang terbesar nomor 2 di Yogyakarta, setelah sampah kemasan atau rumah tangga,” ujar koordinator Jogja Garuk Sampah, Bekti Maulana (19). Ironisnya penyumbang terbesar sampah visual adalah poster atau pamflet atau materi promosi dari mahasiswa maupun pelajar sekolah.

Dalam setiap aksinya, gerakkan ini selalu menggunakan pedoman pada Etika Pariwara Indonesia (EPI) dan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Yogyakarta. Sehingga, seluruh bentuk iklan yang melanggar salah satu peraturan tersebut langsung mereka bersihkan, baik dalam bentuk poster ataupun spanduk.

Meskipun target utama ialah sampah visual pada rambu-rambu lalu lintas, Mas Trampill juga tetap  membersihkan poster atau pamflet ataupun iklan yang tertempel pada tembok milik warga. Hal ini dikarenakan tembok yang digunakan sebagai obyek penempelan berada di persimpangan jalan, dimana itu masih menjadi area berlalu lintas.

“Sampah visual yang menempel di tembok-tembok milik warga turut kita bersihkan, agar para pengguna jalan dapat lebih fokus lagi terhadap perjalanannya, bukan malah membaca tulisan-tulisan itu,” imbuhnya, Kamis (23/03/2017).

Menurut koordinator Mas Trampill, Febry Nufrica Prihandani (26), sebenarnya gerakan ini merupakan sebuah divisi khusus di Jogja Garuk sampah yang fokus menangani sampah visual. Namun, permasalahan sampah visual yang tidak henti-hentinya membuat kegiatan ini harus menjadi sebuah gerakan tersendiri.

Beraksi setiap jumat malam, kegiatan ini menjadikan Taman Makam Pahlawan sebagai titik kumpul. Salah satu relawan Mas Trampill, Kedunk Ussil mengungkapkan, pemilihan tempat ini untuk menambah spirit relawan yang datang.  “Dahulu para pahlawan berjuang dengan darah untuk mendapatkan kemerdekaan, maka sekarang kita berjuang untuk merebut kembali kebersihan Yogyakarta,” ungkapnya seperti dilansir KR.

Sampah Visual Didominasi Pelajar dan Mahasiswa

Febry mengimbuhkan, selama ini sampah visual terbesar berasal dari poster/pamflet acara-acara milik pelajar dan mahasiswa. Bahkan tidak jarang penempel poster tersebut berasal dari sekolah ataupun perguruan tinggi favorit di Yogyakarta.

“Kebanyakan malah dari sekolah dan kampus favorit, karena acara mereka besar-besar. Saat ini sampah visual masih didominasi dari kalangan mahasiswa, tapi mulai tahun ini mulai banyak pelajar yang juga ikut-ikutan nempelin poster sembarangan,” imbuhnya.

Biasanya, ketika menemui poster acara yang tertempel sembarangan, pihak Mas Trampill ataupun Jogja Garuk Sampah langsung menghubungi kontak panitia yang tercantum dalam poster tersebut. Pihak penyelenggara pun diberikan teguran dan diminta untuk membersihkan sampah visual yang dibuatnya.

Apabila tidak ada respon atau tindakan pembersihan dari penyelenggara, gerakan ini langsung mendatangi instansi terkait, menjelaskan permasalahan yang terjadi kepada kepala sekolah ataupun rektor. Setelah itu, biasanya pihak penyelanggara akan dikawal gerakan Mas Trampill dan Jogja Garuk Sampah dalam melaksanakan pembersihan.

Selain itu, gerakan ini juga menjalankan aksi memilah dan menyedekahkan sampah. Dimana sampah visual yang berhasil dibersihkan dipilah sesuai jenisnya kemudian diberikan kepada pemulung yang berada dekat lokasi.

“Jangan sampai kegiatan sosial kita gunakan untuk mencari pundi-pundi rupiah. Lebih baik disedahkan untuk membantu perekonomian pemulung,” pungkas Bekti. (Red)

Photo Credit : Ist. Photo