Telegraf, Jakarta – Waktu yang diberikan pemerintah kepada perusahaan taksi online untuk mengurus perizinan armadanya belum dimanfaatkan dengan optimal. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat 90 persen kendaraan yang beroperasi belum mengantongi izin.
Direktur Jenderal PerhubunÂgan Darat Kemenhub Pudji HarÂtanto kemarin menyampaikan perkembangan terkini mengenai perizinan taksi berbasis aplikasi online.
Pudji mengungkapkan, hingga kini, dari 15.822 kendaraan yang dimiliki tiga perusahaan taksi online untuk wilayah JaboÂdetabek, yang sudah berizin baru 1.522 kendaraan (9,6 persen).
“Artinya masih ada 14.290 kendaraan yang belum menyeÂlesaikan persyaratan perizinan. Yang nggak ada izinnya itu seÂbaiknya stand by dulu. mereka itu kan salah, jangan beroperasi dululah,” kata Pudji kepada warÂtawan di Jakarta, kemarin.
Ketiga perusahaan dimaksud Pudji tadi adalah PTSolusi Transportasi Indonesia (Grab Car), PTAplikasi Karya Anak Bangsa (Go-Jek) dan Uber.
Dia menyebutkan, dari tiga perusahaan tersebut, armada taksi Uber yang paling banyak belum berizin yakni sebanyak 6.483 kendaraan dari 7.431 kenÂdaraan yang terdaftar. Sementara armada Grab yang belum berizin sebanyak 4.763 kendaraan dari 5.110 kendaraan. Dan, armada Go-Car yang belum memiliki izin sebanyak 3.044 kendaraan dari 3.281 kendaraan.
“Kami meminta kendaraan-kendaraan yang belum memiÂliki izin tersebut agar segera meÂmenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai peraturan menteri perhubungan,” pintanya.
Sekadar informasi, ketentuan mengenai taksi online itu tercanÂtum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Aturan tersebut telah keluar sejak bulan April 2016 dan seharusnya berlaku efektif pada 1 Oktober 2016. Namun karena banyak kendaraan yang belum memenuhi ketentuan, maka pemerintah memperpanÂjang masa sosialisasi hingga 1 April 2017.
Selama masa sosialisasi, Kemenhub tidak melakukan penindakan hukum, menilang kendaraan yang belum memiÂliki perizinan, hanya melakukan pembinaan saja.
Untuk mempercepat penÂingkatan jumlah kendaraan berizin, Pudji mengungkapkan, pihaknya akan meningkatkan sosialisasi mengenai izin taksi online sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 32 tahun 2016. Salah satunya dengan membuka gerai-gerai uji KIR (pemerikÂsaan kendaraan) dan pendaftaran SIM A Umum.
Pudji meminta Polri untuk menerbitkan Peraturan KaÂpolri (Perkap) mengenai Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) khusus untuk taksi online. Menurutnya, TNKB khusus diperlukan sebagai syarat kendaraan pribadi yang bisa dijadikan sebagai taksi online sesuai dengan Peraturan Menteri No 32 Tahun 2016. “Saat ini TNKB sudah ada untuk nomor kendaraan pejabat pemerintahan, kode belakangnya RFS, tinggal ditentukan untuk taksi online maunya apa,” kata Pudji.
Dia mengusulkan TNKB berÂsifat fleksibel. Jika kendaraan itu tidak lagi beroperasi sebagai taksi online, bisa dikembalikan sesuai nomer awalnya. Penggunaan TNKB khusus bukan hal baru. Hal serupa juga dilakukan untuk taksi-taksi umum yang selama ini menggunakan pelat nomor kuning. Perusahaan bisa menjual mobil bekas taksi kepada pribadi dengan cara balik nama.
Selain TNKB, lanjut Pudji, ada juga alternatif lain jika hal tersebut tidak disetujui. Misalnya, pemasangan stiker. Tapi, banyak pemilik kendaraan bermotor keberatan dengan peÂmasangan stiker.
Pengamat transportasi publik Azas Tigor Nainggolan menilai, implementasi Permen mengenai perizinan taksi online tidak berjalan.
“Dirjen Perhubungan Darat harus menegur Dinas PerhubunÂgan Jakarta, Bekasi, dan daerah lainnya agar mengimplementaÂsikan regulasi perizinan karena selama ini sepertinya mereka cuke-cuek saja,” pintanya.
Dia menambahkan, pengaÂwasan ketat terhadap perizinan taksi online harus dilakukan karena berkaitan dengan perlindÂungan konsumen. (Red)
Foto : Ilustrasi aplikasi Taksi Online. | Getty Images