Sampah Plastik Masih Menjadi Masalah Besar di Indonesia, Pentingnya Kolaborasi dari Berbagai Pihak

Oleh : Atti K.

Telegraf – Menurut data ststistik data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020, 37,3% sampah di Indonesia berasal dari aktivitas rumah tangga. Sumber sampah terbesar berikutnya berasal dari pasar tradisional, yakni 16,4%. Sebanyak 15,9% sampah berasal dari kawasan. Lalu, 14,6% sampah berasal dari sumber lainnya.

Di pulau Jawa, tercatat 88,17% sampah plastik masih diangkut ke TPA atau berserakan di lingkungan . Untuk itu, Pemerintah menargetkan angka pengurangan sampah hingga 30% tahun 2025, diiringi dengan dicanangkannya berbagai regulasi dan gerakan yang menegaskan pentingnya kolaborasi dari seluruh pihak untuk ikut andil mengurai permasalahan sampah.

Permasalahan sampah di Indonesia sangat pelik dan untuk menyelesaikannya perlu waktu yang tidak sebentar. Semua pihak dalam rantai nilai sampah perlu berbagi peran melakukan aksi nyata. PT Unilever Indonesia, Tbk. kali ini menggandeng para pakar di bidang ilmu sosial untuk menggali lebih dalam dan mencari solusi permasalahan sampah plastik dari berbagai kajian humaniora melalui diskusi bertema “Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia”.

“Peran individu dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan target nasional penanggulangan sampah, termasuk sampah plastik. Lima hal terkait penanganan dan pengelolaan sampah yang menjadi kunci agar terjadi perubahan sosial dan perilaku masyarakat adalah pertama, peraturan perundangan dan turunannya, yang mengatur tentang pengelolaan dan pengolahan sampah mulai dari hulu sampai hilir. Kedua, peningkatan pemahaman terhadap masyarakat, bisa melalui sosialisasi, pendampingan, kampanye pelatihan, hingga datang ke sekolah-sekolah. Yang ketiga, tokoh panutan, yaitu mereka yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan sampah, bisa jadi pejabat, wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, ataupun dari public figure. Keempat, penyediaan fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah, dan yang kelima dan yang terpenting: penegakan hukum. Kelima poin tersebut sudah ada dalam rencana pembangunan jangka menengah kita di tahun 2020-2024 dan juga sudah masuk di rencana pembangunan nasional jangka panjang. Dalam merealisasikannya, tentunya kolaborasi bersama seluruh pihak, termasuk pihak produsen dan konsumen, sangat dibutuhkan.” ungkap Erik Armundito, S.T., M.T., Ph.D, Perencana Madya pada Direktorat Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation menyampaikan, merupakan tanggung jawab dan komitmen jangka panjang dalam membantu mengatasi permasalahan sampah, terutama sampah plastik di Indonesia. Unilever percaya bahwa plastik memiliki tempatnya di dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan.

“Hal ini sejalan dengan komitmen global bahwa selambatnya tahun 2025, Unilever akan: (1) Mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru, (2) Mendesain 100% kemasan plastik produknya agar dapat didaur ulang, digunakan kembali atau dapat terubah menjadi kompos, dan (3) Membantu mengumpulkan dan memroses kemasan plastik lebih banyak daripada yang dijual,” ungkap Maya dalam webinar, Selasa (17/21).

Maya juga mengatakan untuk mencapai komitmen tersebut, Unilever Indonesia telah menerapkan upaya dari hulu ke hilir, mulai dari mendesain produknya hingga ke paska penggunaan kemasan oleh konsumen.

Photo Credit : Para pembicara dalam webinar Diskusi “Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia”/Doc/Hum.Unilever

Lainnya Dari Telegraf