Telegraf – Hingga tangal 16 Desember 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pengaduan indikasi pelanggaran di sektor jasa keuangan sebanyak 14.088 pengaduan. Dari pengaduan tersebut sektor perbankan menduduki paling banyak yaitu mencapai 50% setara 7.104 pengaduan.
Hal itu di ungkapkan oleh Agus Fajri Zam, Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK saat media briefing di Plataran Menteng, Jakarta, Senin (26/12).
Ia menjelaskan dari pengaduan tersebut sektor perbankan paling banyak sektor jasa keuangan ini memiliki jumlah konsumen yang banyak dan cakupan wilayah yang sangat luas dibandingkan dengan sektor IKNB maupun pasar modal. Kendati demikian, pengaduan ke sektor IKNB tetap menjadi perhatian OJK karena subsektor IKNB sangat banyak mulai dari asuransi, sewa guna usaha (leasing), pinjaman online, hingga pegadaian sehingga cara penanganan masalahnya pun berbeda-beda.
“Kita sudah menerima 304.890 layanan konsumen over all, jika kita screening lagi, yang kita pilah dan benar benar pengaduan sekitar 15.000an dan itupun angka yang fantastis sebenernya,” tuturnya.
Ia merincikan sektor perbankan sebanyak 50 persenatau setara 7.104 pengaduan dan 49 persen atau 6.896 pengaduan masuk ke sektor IKNB, dan sisanya 0,6 persen atau 88 pengaduan untuk sektor pasar modal.
Dari pengaduan tersebut yang sudah di selesaikan oleh OJK adalah sebanyak 90,58 Persen setara dengan 12,680 pengaduan, dan sisanya sektar 9,42% yaitu sebanyak 1.318 pengaduan masih dalam proses.
“Ini mungkin jika akan menemukan kesepakatan akan masuk ke LAPS, yang menarik adalah sekitaara 1000 an sisa penyelesiann tersebut yang sebenernya pelanggaran. Jika memang betul palanggaran maka akan kita ambil alih dan akan dilakukan investigasi atau pemeriksaan khusus, kata Agus.
Tetapi bedanya dengan yang seketa bisa di ketahui para pihak tetapi yg pelanggaran tidak di ekspos dengan saksi keras dari pengganti full sampai sanksi yang lain pemecatan hingga penutupan perusahaan.
Agus menegaskan perbeda dengan konsumen perbankan dengan konsumen sektor IKNB (Industri Keuangan Non Bank Syariah) umumnya berasal dari masyarakat menengah ke bawah yang tingkat pemahaman atas jasa keuangan masih terbatas. Hal ini mengingat layanan IKNB banyak digunakan oleh konsumen yang tidak terjangkau layanan perbankan.
“(Konsumen perbankan) level of pemahaman dia itu lebih tinggi karena sudah biasa dengan yang sifatnya regulated. Sementara yang di IKNB, ini agak lebih di bawah kelasnya dan kejadiannya pun banyak di daerah-daerah,” ungkapnya.