Telegraf – Generasi milenial dan Gen Z menunjukkan minat yang semakin besar terhadap pasar keuangan Indonesia. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per April 2025, jumlah investor pasar modal telah mencapai 16,2 juta, dengan sekitar 6,87 juta di antaranya merupakan investor saham. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuh didominasi oleh generasi muda.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Agustus 2024, investor berusia di bawah 30 tahun—yang tergolong sebagai Gen Z—menyumbang 55,07 persen dari total investor di pasar modal. Fenomena ini mencerminkan pergeseran minat generasi muda yang semakin aktif mencari peluang finansial di luar jalur konvensional.
Namun, semangat tinggi itu tidak diiringi dengan kesiapan pengetahuan yang memadai. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan bahwa kelompok usia 15–17 tahun mencatat indeks literasi keuangan terendah, yaitu hanya 51,68 persen, meskipun indeks inklusinya sudah mencapai 74 persen. Angka ini masih berada di bawah rata-rata nasional, yakni literasi keuangan sebesar 66,46 persen dan inklusi keuangan 80,51 persen.
“Anak-anak SMA sekarang banyak yang tertarik berinvestasi, tapi pembekalan mereka masih relatif kurang. Ini bisa berisiko kalau mereka tidak dibekali pemahaman yang cukup,” ujar Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, dalam Finansial Festival 2025 yang digelar di Gedung Sasana Kriya, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta , Sabtu (31/5).
Purbaya menekankan pentingnya edukasi sejak dini agar generasi muda tidak hanya semangat berinvestasi, tetapi juga memiliki pemahaman menyeluruh mengenai pasar modal dan sistem keuangan nasional.
Kegiatan edukasi tersebut menyasar lebih dari 1.000 pelajar SMA dan SMK dari berbagai sekolah di kawasan Jabodetabek. Selain sesi diskusi dan literasi, para siswa juga mengikuti lomba pembuatan konten video edukatif seputar keuangan.
Fenomena meningkatnya partisipasi generasi muda di pasar keuangan membuka peluang besar bagi masa depan ekonomi Indonesia. Namun, hal itu juga menjadi tantangan bagi lembaga-lembaga terkait untuk memastikan bahwa semangat itu tidak terjebak dalam euforia, melainkan didukung oleh pemahaman yang benar dan keputusan yang bijak.