Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Membaca Ketika Orang Berebut Kekuasaan
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.
Opini

Ketika Orang Berebut Kekuasaan

Edo W. Kamis, 1 Maret 2018 | 22:04 WIB Waktu Baca 5 Menit
Bagikan
Calon presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo (C) berbicara dengan para pendukungnya selama kampanye di Jakarta pada 26 Juni 2014. REUTERS/Beawiharta
Bagikan

Tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 telah memasuki masa kampanye. Semua pasangan calon memanfaatkan waktu kampanye secara maksimal. Mereka semakin rajin menyapa rakyat. Mereka juga rajin melakukan survei untuk mengetahui popularitas dan elektabilitas hingga hari pencoblosan. Dengan intensif mereka mendekati calon pemilih. Mereka tidak segan turun langsung di tengah-tengah masyarakat.

Pada era politik pencitraan ini para calon juga bekerja sama dengan media. Melalui media, mereka berusaha untuk menyampaikan visi dan misi. Mereka juga memasang baliho di sejumlah tempat strategis. Meski terasa sangat mengganggu pemandangan kota, mereka seakan tidak peduli. Jurus tebar pesona sebagai investasi politik terus digalakkan. Sejumlah calon juga dibantu tim sukses. Bukan hanya tim sukses yang disiapkan.

Semua kebutuhan logistik dan finansial juga diperhitungkan secara cermat. Dalam pesta demokrasi langsung persoalan ‘gizi’ menjadi variabel yang penting. Secara berseloroh seorang teman menyatakan : “Dalam berpolitik Anda boleh memiliki integritas, popularitas, dan elektabilitas. Tetapi jika tidak memiliki ‘Isi Tas’, Anda pasti akan tergusur”. Meski sekadar gurauan, realitas menunjukkan bahwa proses politik pada era demokrasi langsung memang berbiaya tinggi.

Hasrat Berkuasa

Pertanyaannya, mengapa hasrat seseorang untuk berkuasa begitu besar? Bahkan dalam proses meraih kekuasaan setiap orang harus mengeluarkan energi dan modal yang fantastis?

Untuk menjawab pertanyaan itu ada baiknya kita renungkan kisah pengusiran Nabi Adam dan Hawa dari surga. Mengapa keduanya terusir dari surga? Jawabnya, karena mereka tergoda bujuk rayu setan. Sejak lama setan memendam kedengkian pada Adam. Setan pun berusaha mencari jalan untuk menggelincirkan Adam.

Setan lantas menemukan cara dengan merayu agar Adam dan Hawa makan buah dari syajarah al-khuldi (pohon keabadian). Menurut bisikan jahat setan, jika Adam dan Hawa mau makan buah khuldi, maka keduanya akan merasakan kenikmatan surga dalam waktu yang sangat lama. Keduanya juga memperoleh kekuasaan yang tidak pernah binasa. Singkat kisah, Adam dan Hawa akhirnya tergoda bujuk rayu setan. Keduanya memakan buah keabadian. Akibatnya, keduanya harus menerima kenyataan terusir dari surga (QS. Thaha: 120-121).

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kisah pengusiran Adam dan Hawa? Setidaknya ada dua pelajaran penting yang dapat diambil. Pertama, umumnya manusia sangat mudah tergoda kekuasaan yang dipersepsi dapat membawa kenikmatan hidup di dunia secara instan. Orang yang memiliki syahwat politik tinggi pasti akan selalu berpikir untuk menikmati kekuasaan di dunia ini dalam waktu yang sangat lama.

Kedua, selalu ada kecenderungan penguasa mempertahankan kekuasaannya. Hal itu karena untuk memperoleh kekuasaan, seseorang harus berjuang hingga titik keringat terakhir. Jika karena perundang-undangan kekuasaan harus berpindah tangan, maka selalu diusahakan agar kekuasaan jatuh pada istri, anak, menantu, kerabat, dan teman dekatnya. Selain bertujuan agar kekuasaan tidak berpindah tangan, strategi mencalonkan orang-orang terdekat dalam pemilu untuk menjamin dirinya selamat dari persoalan hukum pasca tidak berkuasa.

Jelas tidak ada larangan bagi seseorang untuk memperebutkan kekuasaan. Tetapi penting diingatkan agar mereka yang running dalam pilkada berhati-hati dengan bujuk rayu kekuasaan. Pesan ini penting. Meminjam istilah Profesor Jimly Asshiddiqie, semua jabatan publik yang dikompetisikan secara bebas dan terbuka cenderung digunakan sebagai ajang mencari kekuasaan.

Ironis. Jabatan-jabatan publik seringkali digunakan sebagai ajang mencari pekerjaan. Pernyataan ini penting dikemukakan dalam konteks semakin banyaknya pejabat publik di lingkungan eksekutif, legislatif dan judikatif, yang terlibat kasus korupsi, suap dan asusila, hingga harus berurusan dengan aparat. Keterlibatan ini jelas, pengkhianatan terhadap amanah rakyat.

Karena itu, substansi pernyataan Profesor Jimly layak menjadi peringatan bagi mereka yang sedang berjuang meraih kekuasaan. Penting menjadi renungan, bagi mereka yang sedang antre di bawah pohon khuldi, agar dalam berjuang meraih kekuasaan tetap menunjukkan keteladanam pada rakyat. Kekuasaan yang diraih secara terhormat dan bermartabat pasti melahirkan pemimpin dan pejabat publik berintegritas.

_______________________________

Oleh : Dr Biyanto. Dosen UIN Sunan Ampel dan Wakil Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Timur.
Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

OJK Bangun Kantor Baru di Medan untuk Perkuat Ekosistem Keuangan Sumatera Utara
Waktu Baca 4 Menit
JETOUR T2 Siap Dibuka untuk Pre-Booking di GJAW 2025
Waktu Baca 6 Menit
Rumuskan Solusi Stunting dan Anemia, Ilmuwan Mesir dan Turki Berkumpul di UNU Yogyakarta
Waktu Baca 6 Menit
Ratusan kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (21/06). ANTARA/Rivan Awal Lingga
Di Tengah Globalisasi, Alumni GMNI Dorong Kemandirian Ekonomi Ibu Kota
Waktu Baca 4 Menit
Antasari Azhar Mantan Ketua KPK Era SBY Meninggal Dunia
Waktu Baca 1 Menit

Berikut Alasan Prabowo Membentuk Komisi Reformasi Polri

Waktu Baca 3 Menit

Siapakah Zohran Mamdani Muslim Pertama Yang Jadi Walikota New York?

Waktu Baca 8 Menit

Soal Gelar Pahlawan Bagi Soeharto, Gibran: Beliau Berkontribusi dan Berjasa Besar Untuk Pembangunan

Waktu Baca 2 Menit

Ledakan di SMA 72 Kelapa Gading Jakarta Melukai 54 Orang

Waktu Baca 3 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Opini

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

Waktu Baca 6 Menit
Photo Credit : Presiden ke tujuh RI Joko Widodo (Jokowi). REUTERS/Edgar Su
Opini

Jokowi Sedang Menggali Kuburnya Sendiri?

Waktu Baca 6 Menit
Opini

Hukum Sebagai Panglima Bukan Kekuasaan

Waktu Baca 3 Menit
Opini

Pendidikan Kesetaraan Gender Dalam Keluarga: Upaya Pencegahan Ekstremisme

Waktu Baca 9 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Telecoffee
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
MUSIKPLUS
  • Kirim
  • Akunku
  • Hobimu
  • Subscribe

Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?