TELEGRAF – Di tengah dinamika yang menggerakkan tren parenting dan pengaruh yang meluas dari dunia media sosial, muncul sebuah karya yang menerangi perbincangan— “Induk Macan”. Buku ini tampil dengan tujuan merevolusi pandangan mengenai parenting, mengaitkan harmoni dengan ciri khas budaya Indonesia, Jakarta (21/08/23).
Krista Endinda, sang penulis, terpanggil oleh pemahaman mendalam terhadap perkembangan pola asuh anak di tanah air. Dikenal akrab dengan panggilan Dinda, Ia merangkul ambisi untuk mengarahkan para orang tua Indonesia dalam menempuh jalur berimbang—membesarkan anak-anak yang memeluk akar budaya Timur sembari mengambil esensi penting dari pendekatan parenting ala Barat.
Krista Endinda, yang juga dikenal sebagai content creator seputar parenting, rajin menyebarkan pengetahuan tentang mengasuh anak melalui media sosial. Kiprahnya kini ditingkatkan melalui pendidikan S2 di Bank Street College, New York, dengan fokus pada infant toddler development and family engagement.
“Saya ingin meluruskan persepsi yang akhir-akhir ini umum terjadi bahwa mengadopsi gaya parenting Barat akan menjadikan kita sebagai orang tua yang lebih baik,” ungkap Krista Endinda. Dalam pernyataannya, Dinda mengajak kita untuk menilik pandangan yang lebih luas, mengajukan pertanyaan penting mengenai penilaian budaya Barat yang sering kali dianggap lebih unggul dan dijadikan standar.
Ia memperingatkan bahwa mengikuti tren budaya Barat tanpa penyaringan dapat mengakibatkan konflik internal bagi kita yang hidup dalam budaya Timur. Melalui “Induk Macan”, Dinda mencoba mengajak orang tua Indonesia untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan anak-anak mereka sambil tetap memelihara akar budaya yang melekat.
Pesan inti yang tersirat dalam buku ini adalah tentang bagaimana kita sebagai orang tua dari latar budaya Timur tidak perlu menolak atau mengesampingkan tradisi hanya karena munculnya ide-ide baru dalam parenting. Salah satu contohnya adalah kebiasaan budaya Timur yang mengajarkan untuk memanggil yang lebih tua dengan sebutan “bapak” atau melalui tindakan “salim”.
Sebaliknya, budaya Barat sering kali lebih santai dalam memanggil dengan nama, bahkan kepada yang lebih tua. Hal ini mengacu pada nilai hierarki sosial yang kuat dalam budaya Timur. Jika orang tua memperkenalkan budaya Barat kepada anak-anak mereka tanpa pemahaman yang tepat, bisa terjadi perbenturan yang mendalam, topik ini dibahas lebih mendalam dalam “Induk Macan”.
“Induk Macan” menjadi sebuah penawar bagi orang tua Indonesia yang seringkali keliru memahami konsep gentle parenting yang muncul di media sosial. Kesalahpahaman ini tanpa disadari bisa menghasilkan pengadopsian pola parenting yang tidak selaras dengan nilai budaya setempat. Dalam “Induk Macan”, Dinda berupaya meluruskan jalan orang tua dan memberi mereka keyakinan untuk mengasuh anak dengan rasa percaya diri.
Lebih dari sekadar panduan parenting, “Induk Macan” menandakan penggabungan antara wawasan global dalam pengasuhan anak dengan kebijaksanaan lokal. Ia mengajarkan kita tentang betapa pentingnya menghargai identitas budaya dalam membentuk ikatan batin dan kualitas pengasuhan yang lebih baik.
Kini, buku “Induk Macan” telah beredar di seluruh Indonesia dan bisa diperoleh melalui toko buku online “Sarang Aksara,” yang terdapat pada marketplace terkemuka di Indonesia. Dalam masa promosi dari 20 hingga 31 Agustus, buku “Induk Macan” bisa dibeli dengan harga istimewa 75 ribu rupiah (dari harga normal 95 ribu rupiah). Kesempatan ini memberikan para orang tua kemudahan untuk menggali wawasan yang berharga mengenai cara mendidik anak dengan keseimbangan antara tradisi dan tren modern.
