Cari
Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Membaca Gadis Kretek, Budaya Patriarki dan Peneguhan Perempuan Sebagai Korban Kelompok Radikal
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.
Opini

Gadis Kretek, Budaya Patriarki dan Peneguhan Perempuan Sebagai Korban Kelompok Radikal

Indra Christianto Senin, 1 Januari 2024 | 18:51 WIB Waktu Baca 3 Menit
Bagikan
Dian Sastro sebagai Jeng Yah di serial 'Gadis Kretek' yang tayang di Netflix. (Foto: Instagram)
Bagikan

Perempuan dalam budaya patriarki yang sering diasosiasikan dengan manusia kelas kedua, akan selalu menempatkan perempuan sebagai orang yang paling dirugikan. Realitas ini bisa kita amati dalam film yang yang viral akhir-akhir ini yakni Gadis Kretek.

Film ini sebetulnya berasal dari karya sastra novel yang ditulis oleh Ratih Kumala yang pertama kali terbit pada tahun 2012. Jika diperhatikan dengan seksama novel ini merupakan bentuk kegelisan atas kontruksi budaya masyarakat yang memarginalisasi perempuan baik dalam ekonomi, peran publik dan penggambilan kebijakan .

Jeng Yah sebagai aktor utama dalam film tersebut memiliki pandangan dan ide progresif terhadap kontruksi gender yang selalu menempatkan perempuan hanya sebatas pegawai dan berada pada kelas kedua tanpa memiliki kewenangan dan peran yang strategis dalam industri rokok.

Perempuan sebagai pegawai memiliki aktivitas pekerjaan sebagai “tukang linting” dan tidak lebih dari itu, sehingga gaji yang diperoleh tidak seberapa dan stagnan. Hal tersebut berdampak pada status sosial dan stereotipe publik yang meremehkan dan merendahkan perempuan.

Dari sisi ekonomi dan kontribusinya, dengan mengakarnya budaya patriarki dan stereotipe masyarakat dengan narasi bahwa perempuan tidak boleh “neko-neko”. Dalam film ini ditunjukkan bahwa perempuan tidak boleh masuk ruangan saus apalagi meraciknya. Apabila ruangan tersebut dimasuki oleh perempuan dianggap akan menimbulkan malapetaka bagi industri yang dijalankan, sehingga perlu dilakukan ritual pemebersihan secara khusus.

Hal ini, di dalam paradigma Marxis akan menimbulkan minimnya perolehan modal kapital dan ekonomi bagi kaum perempuan. Minimnya modal kapital inilah faktor utama yang mendasari lahirnya budaya patriarki dan menimbulkan tindakan deskriminasi dan marginalisasi terhadap diri perempuan.

Perempuan Korbannya

Film Gadis Kretek juga menggambarkan tentang bagaimana perempuan juga menjadi korban atas konflik dan perilaku dari kelompok idiologi tertentu yang ingin melakukan perubahan secara radikal.

Walaupun Jeng Yah sebagai sosok perempuan pada awalnya berupaya membangun kesetaraan gender dengan mamaksimalkan potensi yang dimiliki perempuan pada industri rokok. Tetapi, pertemanan dan kedekatan Soraja dengan kelompok radikal, justru menyeretnya pada kasus yang rumit.

Kasus kelompok ini bahkan menjadikan Jeng Yah harus kehilangan keluarga dan masa depan yang diimpikannya. Dalam konteks ini, menunjukkan secara nyata bahwa budaya patriarki dan berkembangnya idiologi radikal akan selalu menjadikan perempuan termarginalkan dan menjadi insan yang paling dirugikan.

Wallahu ‘alam

_____________________

Oleh : Imam Syafi’i, Mahasiswa Master of Arts (MA) Interdisciplinary Islamic Studies, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

Rock Ngisor Ringin Part #2 Jadi Ajang Kumpul Musisi Rock Tanah Air
Waktu Baca 4 Menit
Program FLPP Capai Rekor 263 Ribu Unit, BTN Dominasi Penyaluran Rumah Subsidi Nasional
Waktu Baca 4 Menit
BSN Resmi Beroperasi Usai Spin-Off dari BTN, Bidik Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional
Waktu Baca 3 Menit
Tradisi Warga Indonesia Dalam Merayakan Malam Tahun Baru di New York
Waktu Baca 6 Menit
OJK Bentuk Departemen UMKM dan Keuangan Syariah, Pengawasan Bank Digital Berlaku 2026
Waktu Baca 3 Menit

Keamanan Digital Adalah Tanggung Jawab Setiap Pengguna Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

Keamanan Digital Kebutuhan Mendasar di Tengah Transformasi Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

BTN Salurkan Bantuan Rp8 Miliar untuk Korban Banjir dan Longsor di Sumatera

Waktu Baca 3 Menit

OJK Raih Predikat Badan Publik Terbaik Nasional 2025, Tegaskan Komitmen Keterbukaan Informasi

Waktu Baca 4 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Opini

Hak Presiden Atau Cawe-Cawe?

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Menyelami “Mens Rea” Polisi

Waktu Baca 8 Menit
Opini

Dua Jalan ke Israel: Gus Dur di Jalur Merpati, Yahya Staquf Meniti Sayap Elang

Waktu Baca 9 Menit
Opini

Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945

Waktu Baca 11 Menit
Opini

Zeitgeist: Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

Waktu Baca 6 Menit
Photo Credit : Presiden ke tujuh RI Joko Widodo (Jokowi). REUTERS/Edgar Su
Opini

Jokowi Sedang Menggali Kuburnya Sendiri?

Waktu Baca 6 Menit
Opini

Hukum Sebagai Panglima Bukan Kekuasaan

Waktu Baca 3 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Opini
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

KBI Media

  • Akunku
  • Hobimu
  • Karir
  • Subscribe
  • Telegrafi
  • Teletech
  • Telefoto
  • Travelgraf
  • Musikplus

Kawat Berita Indonesia

Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?