TELEGRAF – Pekan ini, lebih dari 190 negara akan berkumpul dalam konferensi penting: Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity (COP CBD 16) di Cali, Kolombia.
Dari pemerintah hingga kelompok masyarakat adat, semua berkumpul untuk satu tujuan: melindungi keanekaragaman hayati dunia.
Dari Indonesia, yang dikenal dengan kekayaan biodiversitasnya, perhatian utama tertuju pada peran kita sebagai salah satu penjaga utama ekosistem bumi.
Mufti Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, mengingatkan kita akan signifikansi konferensi ini bagi Indonesia.
“Biodiversitas kita sangat luas. Bukan hanya soal flora dan fauna, tapi juga manusia—masyarakat adat yang hidup dalam keseimbangan dengan alam. Gangguan sekecil apapun dalam ekosistem akan berdampak besar pada manusia. Kita sudah melihat bagaimana COVID-19, yang berawal dari ketidakseimbangan ini, mengubah kehidupan dunia,” ujarnya.
Lebih jauh, dalam konferensi ini, suara orang muda sangat dinanti. Organisasi Life of Pachamama dari Kolombia menginisiasi program solidaritas yang menyoroti pentingnya peran anak muda dari kawasan Global South dalam memperjuangkan keadilan iklim.
“Delegasi muda Indonesia yang kami undang adalah mereka yang telah aktif dalam kelompok keadilan iklim di berbagai daerah, terutama yang paling terdampak oleh perubahan iklim,” kata Jose Fernando Palacio dan Juan David Amaya, pemimpin dari Life of Pachamama.
Setiap delegasi muda ini, mereka tekankan, bukan hanya sebagai pengamat. Mereka diundang untuk menjadi aktor perubahan, yang bisa langsung berinteraksi dengan para pembuat kebijakan global. Partisipasi mereka bukan hanya untuk melihat, tetapi juga untuk membawa pulang pengetahuan, alat, dan semangat baru untuk terus memperjuangkan masa depan yang berkelanjutan di tanah air.
Siapa saja delegasi muda Indonesia yang akan berjuang demi keanekaragaman hayati dan keadilan iklim ini? Mari kita kenalan dengan enam tokoh muda yang inspiratif!
1. F. Deliana Winki
Pendiri Sekolah Adat Arus Kualan, Kalimantan Barat. Melalui sekolah yang didirikannya, Deli dan timnya berusaha memulihkan pengetahuan tradisional Dayak yang hampir terkikis oleh globalisasi. Dengan metode pendidikan yang unik—alam sebagai ruang kelas dan siapa saja sebagai guru—mereka menghidupkan kembali tradisi lokal dan meningkatkan rasa percaya diri generasi muda Dayak. “Melalui musik sape’, saya menyuarakan kerisauan tentang deforestasi dan hak-hak masyarakat adat,” kata Deli.
2. Andi Reza Zulkarnain
Co-chair Young People Action Team (YPAT) UNICEF EAPRO. Reza memperjuangkan hak anak dalam akses pendidikan, kesehatan yang merata, dan keadilan iklim. Dia yakin bahwa anak muda harus menjadi mitra sejajar dalam proses pengambilan keputusan. “Kami bukan hanya penerima kebijakan, tapi aktor yang berperan aktif dalam merumuskan solusi jangka panjang,” tegas Reza.
3. Novita Ayu Matoneng Oilsana
Pendiri Komunitas BALENTA, yang fokus pada hak anak dan kesehatan mental remaja. Novita berkomitmen memberikan pendampingan psikososial bagi anak-anak terdampak bencana, serta membangun kesadaran akan mitigasi bencana di komunitas lokalnya. Meskipun isu-isu lingkungan sering dianggap kurang menarik bagi orang muda, Novita dan timnya terus mengkampanyekan pentingnya aksi lokal melalui media sosial.
4. Salma Zakiyah
Program Officer MADANI Berkelanjutan. Salma memimpin upaya advokasi untuk memastikan bahwa kebijakan iklim di Indonesia berlandaskan keadilan iklim dan mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan. Dia menyatukan lebih dari 60 NGO untuk bersama-sama merumuskan pandangan yang lebih inklusif dalam dokumen komitmen iklim Indonesia.
5. Raja Mulkan Azhari
Campaigner Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA). Raja berdedikasi untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser, rumah bagi spesies langka seperti harimau sumatera dan orang utan. Melalui kampanye kreatif, ia mendorong generasi muda untuk lebih peduli terhadap perburuan liar dan konservasi melalui festival seni dan pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah Aceh.
6. Naomi Waisimon
Social Entrepreneur dari Papua, Naomi menginisiasi Gerakan Menoken untuk memulihkan lingkungan dan memberdayakan ekonomi masyarakat adat. Dengan filosofi noken yang sarat makna, Naomi membangun kolaborasi dengan komunitas lokal untuk mengembangkan ekowisata berbasis alam di Papua, mulai dari birdwatching hingga olahraga air yang melibatkan komunitas adat setempat.
Keenam tokoh muda ini adalah wajah masa depan Indonesia yang siap menjaga keseimbangan alam dan memperjuangkan masa depan yang lebih berkelanjutan. Suara mereka adalah suara kita semua, dan harapan mereka adalah harapan kita bersama. Kita tunggu aksi nyata mereka di COP CBD 16 di Cali, Kolombia.