Telegraf – Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia bekerja sama dengan Komisi I DPR RI menyelenggarakan kegiatan Ngobrol Bareng Legislator dengan tema “Aman Digital” pada Sabtu, 13 Desember 2025 pukul 13.00–15.00 WIB secara daring. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 150-200 peserta dari berbagai latar belakang dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keamanan digital, perlindungan data pribadi, serta kesehatan psikologis di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital.
Sarifah menegaskan bahwa perkembangan teknologi digital menghadirkan kondisi yang paradoks, yakni memberikan kemudahan dan akses informasi tanpa batas, namun sekaligus menciptakan kerentanan baru. Kejahatan tidak lagi dilakukan secara fisik, melainkan dapat terjadi dari jarak jauh melalui ruang digital, sehingga aset dan data pribadi yang dikumpulkan bertahun-tahun dapat hilang dalam waktu singkat apabila tidak dilindungi dengan baik. Oleh karena itu, keamanan digital merupakan kebutuhan mendasar yang berdampak langsung pada aktivitas, ekonomi, dan keselamatan masyarakat.
Sarifah pun menekankan pentingnya pengamanan akun digital melalui penggunaan kata sandi yang kuat, penerapan autentikasi dua faktor (Two-Factor Authentication/2FA), serta kehati-hatian dalam mengelola jejak digital, khususnya di media sosial. Dia juga mengingatkan berbagai ancaman di ruang digital, seperti hoaks, phishing, rekayasa sosial (social engineering), malware, dan pencurian identitas, yang kerap memanfaatkan kelalaian dan aspek psikologis pengguna. Menurut beliau, keamanan digital tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga sangat ditentukan oleh perilaku dan etika pengguna dalam menyimpan serta membagikan
Sedangkan Syariful, yang merupakan, dosen Psikologi Universitas Bina Bangsa Indonesia, yang menjelaskan keamanan digital dari perspektif psikologi siber. Beliau menyoroti bahwa penggunaan teknologi digital yang tidak terkontrol, khususnya terkait durasi screen time, dapat memicu kecanduan, menurunkan produktivitas, serta berdampak pada kesehatan mental, seperti kecemasan, gangguan tidur, dan tekanan psikologis. Beliau juga menekankan bahwa fenomena cyberbullying dapat menimbulkan dampak serius hingga trauma psikologis, sehingga diperlukan pendekatan psikologis yang berfokus pada pengelolaan emosi, empati digital, serta penguatan rasa aman, khususnya bagi anak dan remaja. Keamanan digital, menurut beliau, harus dibangun melalui kesadaran psikologis, literasi digital, dan kemampuan berpikir kritis terhadap informasi.
Berbicara terkait ruang digital, Eko Pamuji, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya, menekankan bahwa ruang digital memiliki karakteristik yang mampu memperbesar dampak suatu informasi. Dalam kondisi turbulensi informasi saat ini, hoaks, manipulasi digital, dan deepfake dapat dengan mudah memengaruhi opini publik. Beliau menegaskan bahwa sikap skeptis merupakan kunci utama dalam menghadapi tantangan tersebut. Masyarakat diimbau untuk tidak tergesa-gesa, tidak reaktif, serta membiasakan diri melakukan verifikasi sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi, termasuk informasi yang tampak berasal dari pihak terdekat.
Pada sesi tanya jawab, para narasumber sepakat bahwa ancaman digital tidak hanya berdampak secara teknis, tetapi juga secara psikologis, mulai dari rasa takut, cemas, hingga trauma. Strategi yang disarankan meliputi penerapan verifikasi berlapis, pengamanan akun secara berkala, serta pendampingan emosional, terutama bagi anak dan remaja. Literasi digital dinilai perlu berjalan seiring dengan literasi emosi agar masyarakat mampu menghadapi risiko digital secara lebih sehat dan bertanggung jawab.
Menutup kegiatan, para narasumber menegaskan bahwa keamanan digital harus dipahami secara menyeluruh sebagai bagian dari kehidupan modern. Perlindungan data, pengendalian emosi, serta sikap kritis terhadap informasi merupakan fondasi penting dalam membangun perilaku aman di ruang digital. Sikap skeptis, tidak tergesa-gesa, dan kebiasaan memverifikasi informasi sebelum bertindak menjadi benteng terakhir dalam melindungi diri dari berbagai bentuk kejahatan digital.
Melalui kegiatan Ngobrol Bareng Legislator ini, diharapkan masyarakat semakin sadar bahwa keamanan digital merupakan tanggung jawab bersama. Dengan memperkuat literasi digital, etika bermedia, serta kesehatan psikologis, ruang digital dapat menjadi lingkungan yang aman, sehat, dan produktif, sekaligus mendukung tumbuh kembang generasi Indonesia yang cakap digital dan berdaya tahan menghadapi tantangan era digital.