Teleperson – Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Inilah pepatah lama yang kerap dilupakan oleh banyak generasi. Tradisi dianggap sebagai batu sandungan, dekadensi moral, dan penghambat kemajuan teknologi dan pengetahuan. Tragis. Namun berbeda dengan seorang dokter ahli saraf yang sangat berbeda memdang tradisi. Arman Yurisaldi Saleh, menjadi seorang dokter spesialis saraf, bukan berarti membuatnya harus berhenti mencintai dan menikmati tradisi dan budaya Indonesia. Masa kecilnya yang dihabiskan di Bali, pulau kaya tradisi, membuatnya tidak asing dan tidak anti dengan berbagai tradisi unik dan budaya yang ada. Meski begitu, pria kelahiran Malang ini juga tentu tak lupa soal pengabdiannya sebagai seorang dokter.
Hal ini dibuktikan oleh penerbitan dua bukunya yang paling anyar yaitu “Kombinasi 14 sayur dan buah Mentah untuk Mengatasi Depresi Ringan dan Sedang pada Lansia” dan “Sukses ujian SOCA (Student Oral Case Analysis) Neurobehaviour System.” Kedua bukunya itu sangat kental dengan dunia kedokteran dan dunia kesehatan. Dr. dr. Arman Yurisaldi Saleh, MS., Sp.S. juga mengabdi khususnya dalam pelayanan terkait saraf seperti Dementia Management, Pengobatan Migrain, Bell’s Palsy, Stroke, Parkinson, Epilepsi, dan Pain Intervension. Putra dari Wakil Ketua Mahkamah Agung (2013-2016) ini juga aktif mengajar di FK UPN Veteran Jakarta dan fokus pada Neurobehaviour khususnya aspek bela negara dalam mengadapi radikalisme dan terorisme, dengam penguatan kepribadian dan budaya bangsa serta bidang “pain intervention”.
Menyoal pada kecintaannya terhadap tradisi dan budaya, dokter lulusan Universitas Indonesia ini memandangnya sebagai ketawadhukan atau kerendah-hatian seorang anak pada orang tua. Bahkan ia menyadari keberadaannya sekarang adalah buah dari orang tua dan leluhurnya masa dulu, juga para tokoh, para ulama, dan para pahlawan. “Kita bisa menikmati kemerdekaan seperti sekarang ini dari jasa-jasa beliau itu,” ungkapnya. Walhasil, tardisi tabur bunga di taman makam pahlawan atau nyadran dalam tradisi Jawa menjadi sebuah titik kesadaran manusia untuk selalu mengingat kemana masa depannya nanti. Inilah buah perjalanannya, dr. Arman banyak menemukan makna spiritual pitutur dan filosofi dari berbagai tradisi dan budaya.
Pria yang mengambil pendidikan doktornya di Universitas Airlangga ini juga menaruh perhatian pada tradisi laku ritual sesaji sebagai sebuah ritus tradisi atau budaya yang harus tetap dijaga untuk menyadarkan tentang keharmonisan alam, manusia, dan Tuhan. Dalam benak orang yang gagap tradisi, tentu mendengar istilah sesaji mungkin akan terbayang semua ritual mistis yang menyesatkan. Sesungguhnya, jauh di luar itu, sesaji atau sedekah adalah upaya manusia untuk memunculkan eksistensinya sebagai manusia, khalifah di muka bumi. “Sesaji adalah implemetasi keharmonisan dan keseimbangan alam. Bahkan dalam beberapa penelitian tentang sesaji dan sedekah menunjukkan bagaimana manusia berusaha menjaga alam yang selalu memberikan banyak manfaat bagi manusia. Bahkan, kajian ini telah menjadi bahas tesis atau disertasi di berbagai perguruan tinggi loh.”
Tidak banyak kita bisa mengenal seorang ahli science (kedokteran) yang mampu mengelaborasikan tradisi dan ilmu pengetahuan modern. Menilik berbagai kisah masa lalu, tentu kita akan banyak disuguhi berbagai peristiwa heroik dalam hal pengorbanan atau sesaji. Tengok saja peristiwa anak Nabi Adam AS, Qabil dan Habil hingga kisah Nabi Ibrahim AS yang harus mengobrakan anaknya, Nabi Ismail AS.Peristiwa inilah yang selanjutkan dihormati oleh orang muslim dengan merayakan hari raya Idul Adha atau hari raya Qurban.
Membicarakan tradisi, membuat kita semakin bisa memahami bagaimana seharusnya menjadi seorang manusia yang memanusiakan manusia, menuhankan Tuhan dan mengalamkan alam. Kecintaannya pada tradisi dan kebudayaan, bagi Pria yang telah mematenkan puluhan karyanya ini, khususnya budaya Jawa tidak pernah ragu dan bahkan bangga.
”Inilah jatidiri kita, jatidiri bangsa kita,” ucapnya di akhir perbincangan. Ia tunjukkan beberapa foto kenangannya ketika mengenakan setelan jas beskap Jawa lengkap dengan blangkon. Pakaian adat menjadi simbol tentang keragaman Indonesia. Turut berbusana adat berarti berusaha menguatkan identitas kebangsaan. Mencintai tradisi budaya adalah wujud kebanggan pada negeri sendiri.
“Cintailah Indonesia dengan mencintai tradisimu,” ungkapnya. “dan, jadilah hamba dengan mengukuhkan keberadaan Tuhanmu, Tuhan seluruh alam.” pungkasnya. HFZ