Telegraf, Jakarta – Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya, dikabarkan sempat ditawari untuk menggiring serta membangun opini oleh Wakil Presiden RI ke-11 Boediono. Penggiringan tersebut dimaksudkan agar kasus tersebut tidak masuk ke dalam ranah pidana. Hal ini diungkapkan oleh Nadia Mulya, anak dari Budi Mulya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/04/18).
Nadia Mulya menuturkan, selama sang ayah menjalani proses hukum kasus Century, Boediono yang merupakan mantan Gubernur Bank Indonesia tak pernah menyempatkan diri untuk berkunjung atau berkomunikasi dengan sang ayah. Padahal, Budi Mulya mengaku menghormati Boediono yang merupakan atasannya. Bahkan, kata Nadia, saat adiknya, Benny Mulya meninggal dunia pada September 2014, Boediono tak memberikan karangan bunga atau sejenisnya.
“Pak Boediono itu ketika bapak saya menjadi tersangka menjadi sangat alergi dengan bapak saya. Bahkan ketika adik saya meninggal pun dia tidak mengirimkan karangan bunga apapun, hanya selembar surat saja. Itu sangat menyakiti perasaan bapak saya yang saat menjadi bawahan pak Boediono begitu respect sama beliau,” tutur Nadia.
Namun, sebuah peristiwa yang cukup mengejutkan terjadi pada awal 2016 lalu. Nadia masih mengingat betul, pada Selasa, 26 Januari 2016, Boediono mendadak menemui Budi Mulya yang sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Saat itu, Nadia yang sedang mengandung anak ketiga kebetulan sedang membesuk sang ayah. Dalam pertemuan itu, Budi Mulya pun mengeluarkan unek-unek yang telah dipendamnya. Budi Mulya menyesalkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia saat itu tidak membeberkan yang diketahuinya mengenai skandal Century.
“Saat itu saya menemui pak Boediono bersama dengan bapak saya, kita berbicara hanya bertiga saja di saat itu bapak saya mengeluarkan unek-uneknya lebih dalam. Kamu (Boediono) sebagai seorang pemimpin, kenapa kamu tidak mengatakan apa yang kamu ketahui tentang Bank Century. Itu yang bapak saya katakan kepada Boediono. Dan jujur saya tidak paham tujuannya untuk apa,” katanya.
Dalam pertemuan itu, kata Nadia, Boediono tak banyak berbicara. Boediono hanya meminta maaf. Selain itu, kata Nadia, Boediono juga menawarkan kepada Budi Mulya untuk menggiring dan membangun opini bahwa kasus Century merupakan kebijakan. Dengan demikian persoalan Century tak dapat diproses secara hukum.
“Saat itu dia mengatakan, bagaimana kalau kita menggiring media bahwa ini sebenarnya adalah kebijakan yang tidak dapat dipidanakan,” ungkapnya.
Saat itu, Nadia menyatakan tawaran Boediono tak menyelesaikan persoalan. Hal ini lantaran sang ayah sudah dihukum dan mendekam di Lapas Sukamiskin. Nadia justru mempertanyakan sikap Boediono yang tak melakukan tindakan yang lebih tegas agar kasus ini tidak berlarut-larut. Padahal, Boediono menjabat sebagai Wakil Presiden saat sang ayah menjalani proses hukum
“Saya bilang, pak sudah telat. Sekarang bapak saya sudah disini (Sukamiskin). Kalau seandainya kamu sebagai Wapres saat itu berani mengambil keputusan yang lebih firm mungkin tidak akan berlarut-larut sampai saat ini,” tegasnya.
Nadia mengaku tak tahu menahu maksud dari Boediono menawarkan untuk menggiring opini kasus Century tersebut. Nadia pun tak tahu tindak lanjut dari tawaran Boediono kepada ayahnya tersebut.
“Tidak ada sama sekali, tidak ada follow up-nya. Makanya saya dan keluarga juga kurang paham maksud dan tujuan dari beliau apa. Sejujurnya saat pertama kali bertemu (Boediono), saya dan bapak saya agak sedikit meluap bahkan saya meninggikan suara saya kepada pak Boediono juga. Terkait kekecewannya kenapa hanya bapak saya sendiri yang harus menjalani ini sendiri. Ibaratnya bapak saya dilempar ke kandang singa dan kalian tidak ada satu pun yang memberikan bantuan apapun kepada bapak saya,” ungkapnya.
Diketahui, Budi Mulya dihukum 15 tahun pidana penjara terkait kasus korupsi atas pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century. Budi Mulya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan sebagai perbuatan berlanjut dalam pemberian FPJP kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam dakwaan Jaksa KPK pada tingkat pertama, Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1 miliar dari pemberian FPJP Bank Century dan atas penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Tak hanya itu, Budi Mulya juga didakwa memperkaya pemegang saham Bank Century, Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi, sebesar Rp 3,115 miliar.
Perbuatan Budi dinilai telah memperkaya PT Bank Century sebesar Rp 1,581 miliar dan Komisaris PT Bank Century Robert Tantular sebesar Rp 2,753 miliar. Budi Mulya juga diduga menyalahgunakan wewenang secara bersama-sama dengan pejabat Bank Indonesia lainnya dalam dugaan korupsi pemberian FPJP Century, yaitu Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Siti Chalimah Fadjrijah (alm) selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, Budi Rochadi (alm) selaku Deputi Gubernur
Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Hermanus Hasan dan bersama-sama pula dengan Muliaman Dharmansyah Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan dan selaku Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI, serta Raden Pardede selakuSekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Meski demikian, KPK hingga saat ini baru menjerat Budi Mulya. Sementara, 10 nama lainnya yang disebut dalam dakwaan Budi Mulya masih menghirup udara bebas. Masyarakat Antikorupsi (MAKI) pun mengajukan praperadilan terhadap KPK atas lambannya penanganan kasus ini.
Dalam gugatannya MAKI mendalilkan KPK telah berlarut-larut menangani kasus Bank Century karena tidak segera menetapkan tersangka baru setelah putusan Budi Mulya. KPK juga dianggap telah menghentikan penyidikan kasus Century secara tidak sah.
Pada Senin (9/4) kemarin, dalam amar putusannya, Hakim tunggal PN Jaksel, Effendi Mukhtar mengabulkan permohonan praperadilan MAKI sebagai pihak pemohon untuk sebagian.
Hakim juga memerintahkan termohon, yakni KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan.
Kemudian melanjutkannya dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat atau melimpahkannya kepada kepolisian atau kejaksaan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di PN Tipikor Jakpus.
“Memerintahkan termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya) atau melimpahkannnya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” kata hakim Effendi Mukhtar dalam putusannya. (Red)