Telegraf – Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia berkolaborasi dengan Komisi I DPR RI melaksanakan kegiatan Ngobrol Bareng Legislator, kegiatan webinar yang bertujuan meningkatkan literasi digital dengan tema “Budaya Digital”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat, 12 Desember 2025, yang dihadiri 150-200 peserta secara daring. Narasumber pada diskusi kali ini adalah Ruth Naomi Rumkabu selaku Anggota Komisi I DPR RI, Anggi Anggraeni selaku Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang dan Meithiana Indrasari selaku Dosen Unitomo.
Sebagai pembuka diskusi Ruth menjelaskan bahwa budaya digital merupakan perwujudan dari cara manusia berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam masyarakat yang menggunakan teknologi digital dan internet. Lebih lanjut, dia menekankan bahwa budaya digital tidak dapat dipisahkan dari etika. Budaya dan etika merupakan dua hal yang saling berkaitan, di mana budaya mencerminkan cara hidup dan perilaku seseorang, sementara etika menjadi pedoman dalam berinteraksi di ruang digital.
“Etika bermedia digital menuntut setiap individu untuk menghormati keberadaan orang lain, menjaga privasi, serta menerapkan standar perilaku yang sama seperti dalam kehidupan nyata.” katanya.
Ruth juga mengingatkan pentingnya menjaga etika digital dengan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan pengguna internet lainnya, tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya, serta membiasakan diri memberikan komentar dan saran yang bersifat positif dan membangun.
Etika digital yang baik akan membentuk citra diri yang positif, karena jejak digital mencerminkan karakter dan kepribadian seseorang di ruang publik.
Ruth mengajak untuk menanamkan budaya dan etika digital yang baik dalam kehidupan sehari-hari agar ruang digital dapat menjadi ruang yang aman, sehat, dan produktif. Dengan meninggalkan jejak digital yang positif, setiap individu diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan digital yang beradab dan saling menghargai.
Sementara itu, Anggi Anggraeni menjelaskan terkait ruang digital dipaparkan sebagai arena budaya baru yang membentuk ulang cara masyarakat berkomunikasi, berinteraksi, dan membangun identitas. Dengan berkembangnya konsep participatory culture, produsage, serta komunitas virtual, masyarakat tidak lagi menjadi konsumen pasif, melainkan produsen aktif dalam ekosistem budaya digital.
“Tingginya penetrasi internet dan media sosial di Indonesia memperkuat peran ruang digital sebagai pusat aktivitas sosial, ekonomi kreatif, dan ekspresi budaya, sekaligus memunculkan fenomena seperti meme culture, curated selves, dan aktivisme digital.” katanya.
Anggi juga menjelaskan kalau transformasi ini sekaligus membawa tantangan signifikan, terutama disinformasi, polarisasi akibat echo chambers, serta risiko privasi dalam era surveillance capitalism. Karena itu, literasi digital disebut sebagai kemampuan kunci untuk menavigasi ruang digital secara aman, kritis, dan produktif. Penguatan etika digital, pendidikan berkelanjutan, serta keseimbangan antara kehidupan online dan offline dianggap penting untuk memastikan budaya digital berkembang secara inklusif dan tetap berpihak pada kepentingan publik.
Sedangkan Meithiana Indrasari, menekankan bahwa budaya digital memiliki peran strategis dalam membentuk identitas dan ketahanan nasional di ruang maya. Tantangan utama yang dihadapi Indonesia meliputi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, erosi nilai lokal, konsumerisme, serta kesenjangan kualitas konten budaya digital.
Nilai Pancasila dipandang sebagai dasar ideologis untuk memperkuat perilaku masyarakat di dunia digital, seperti empati, toleransi, kesopanan, serta kemampuan menyaring informasi secara kritis. Meithiana menekankan bahwa penerapan nilai tersebut diperlukan untuk melawan ancaman disintegrasi sosial dan menjaga persatuan bangsa.
Selain itu, dia juga menyoroti perlunya peningkatan kualitas SDM, penguatan literasi digital, serta pengelolaan konten budaya yang lebih profesional agar budaya lokal mampu bersaing di tengah arus globalisasi digital. Solusi yang ditawarkan mencakup penguatan kompetensi digital masyarakat, pembentukan jaringan pengelolaan warisan budaya digital, serta dukungan terhadap UMKM melalui e-commerce dan promosi produk dalam negeri.
Dengan kombinasi edukasi, etika digital, dan kolaborasi pemerintah serta masyarakat, budaya digital dinilai dapat menjadi kekuatan positif untuk membangun karakter bangsa dan memperkuat ekonomi nasional.