Cari
Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Membaca Sisi Kelam Partai Politik
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.
Opini

Sisi Kelam Partai Politik

Didik Fitrianto Sabtu, 3 Februari 2018 | 06:19 WIB Waktu Baca 4 Menit
Bagikan
Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri (kanan) menyampaikan orasinya di hadapan pendukungnya saat kampanye terbuka di Lapangan Denggung, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (21/3). Pada orasinya Megawati mengajak pendukungnya untuk menggunakan hak pilihnya dan memenangkan PDIP. ANTARA/Noveradika
Bagikan

Kontestasi politik terutama demokrasi lokal ternyata masih disesaki sisi kelam partai politik. Hal itu bisa dilacak dari banyaknya upaya pemerasan yang dilakukan oknum elite partai politik terhadap kandidat politik yang akan maju dalam setiap kontestasi politik baik di level eksekutif maupun legislatif. Harus diakui mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para kandidat politik membuat partai politik acapkali mencari langkah pragmatis guna menyelesaikannya.

Mahar Politik

Langkah pragmatis ini salah satunya sebagai tradisi mahar politik. Hal ini merujuk pada pengertian bagaimana setiap kandidat politik yang akan bertarung di pemilihan kepala daerah pilkada diwajibkan untuk menyetorkan sejumlah uang yang sudah ditetapkan oleh pengurus partai politik. Dengan bahasa lain, tradisi mahar politik bisa dengan dalih biaya pemenangan tim sukses, biaya untuk acara debat atau focus group discussion (FGD), hingga biaya untuk menyewa ahli kejiwaan. Untuk zaman now bahkan ada pula biaya untuk menyewa buzzer politik di media sosial serta para relawan politik. Itupun belum termasuk biaya untuk menilai dan mengetahui elektabilitas kandidat politik yang diusulkan kepada pengurus pusat partai.

Inilah kemudian yang dimanfaatkan oknum partai politik yang diam-diam melembagakan mahar politik menjadi sebuah hal yang lumrah. Eksesnya, langkah pragmatis ini kemudian diam-diam menjelma menjadi sebuah habitus atau kebiasaan. Yang mana praktik kolusi dan nepotisme antara elite partai politik dan kandidat yang akan diusung semakin menjadi hal lumrah. Dikatakan demikian karena proses rekrutmen politik akhirnya mutlak menjadi domain elite pimpinan partai politik, baik di daerah maupun di pusat tanpa lagi mengakomodir aspirasi publik.

Sisi kelam inilah yang kerap membuat tradisi mahar politik kian terlembaga. Meski terdapat larangan bagi partai politik untuk tidak menerima mahar politik seperti tertuang dalam UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015. Namun regulasi tersebut tidak menjamin dapat menekan merebaknya tradisi mahar politik. Apalagi, aturan hukum tetap memberi ruang bagi partai politik untuk ikut dalam proses rekrutmen politik dalam pilkada yang termaktub dalam Pasal 56 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur calon pasangan kepala daerah harus diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Kesempatan inilah yang acapkali digunakan oleh partai politik untuk menjadikan tradisi mahar politik sebagai bekal untuk bertahan hidup.

Memang harus diakui kontestasi politik membutuhkan biaya yang sangat besar. Akan tetapi menyandera kandidat politik yang populis sama saja akan membuat publik antipati terhadap eksistensi partai politik. Bahkan ekses lainnya, tradisi mahar politik berpotensi melahirkan politik plutokrasi, yakni sistem politik yang hanya menempatkan orang-orang dengan kekuatan finansial besar yang akan terpilih. Akhirnya kandidat politik bermodal besar akan lebih leluasa menggunakan uangnya untuk membeli suara rakyat yang mendorong lahirnya perburuan rente. Artinya jikalau para penyelenggara pemilu tidak mampu menyelesaikan persoalan sisi kelam partai politik ini, besar kemungkinan untuk periode kontestasi mendatang sisi kelam ini akan menjadi bumerang bagi keberlangsungan partai politik.

Epilog

Kita berharap elite partai politik dapat objektif melihat sisi kelam ini dan melakukan evaluasi terutama dalam proses kaderisasi. Sebab, kegagalan pengkaderan telah banyak memunculkan tradisi mahar politik baik dalam ranah eksekutif dan legislatif. Untuk itu guna memutus sisi kelam partai politik ini diperlukan langkah taktis seperti perubahan sistem pemilu seperti menggunakan pemilihan e-voting. Meski demikian, penggunaan teknik e-voting masih harus dikaji lagi agar selaras dengan kontur geopolitik Indonesia.

Terakhir, atau bisa pula dengan mendorong hadirnya pengawasan partisipatoris dari publik dan warganet. Sebab banyak kasus mahar politik yang bisa menjadi viral hingga opini publik berkat dukungan dari para warganet. Dengan kata lain, dukungan dari semua stakeholder termasuk para penyelenggara negara bisa bersama-sama mereduksi sisi kelam partai politik sedemikian rupa.

————————————-

Oleh : Bambang Arianto MA. Peneliti Politik di LPPM Aswaja Center Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

Rock Ngisor Ringin Part #2 Jadi Ajang Kumpul Musisi Rock Tanah Air
Waktu Baca 4 Menit
Program FLPP Capai Rekor 263 Ribu Unit, BTN Dominasi Penyaluran Rumah Subsidi Nasional
Waktu Baca 4 Menit
BSN Resmi Beroperasi Usai Spin-Off dari BTN, Bidik Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional
Waktu Baca 3 Menit
Tradisi Warga Indonesia Dalam Merayakan Malam Tahun Baru di New York
Waktu Baca 6 Menit
OJK Bentuk Departemen UMKM dan Keuangan Syariah, Pengawasan Bank Digital Berlaku 2026
Waktu Baca 3 Menit

Keamanan Digital Adalah Tanggung Jawab Setiap Pengguna Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

Keamanan Digital Kebutuhan Mendasar di Tengah Transformasi Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

BTN Salurkan Bantuan Rp8 Miliar untuk Korban Banjir dan Longsor di Sumatera

Waktu Baca 3 Menit

OJK Raih Predikat Badan Publik Terbaik Nasional 2025, Tegaskan Komitmen Keterbukaan Informasi

Waktu Baca 4 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Opini

Hak Presiden Atau Cawe-Cawe?

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Menyelami “Mens Rea” Polisi

Waktu Baca 8 Menit
Opini

Dua Jalan ke Israel: Gus Dur di Jalur Merpati, Yahya Staquf Meniti Sayap Elang

Waktu Baca 9 Menit
Opini

Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945

Waktu Baca 11 Menit
Opini

Zeitgeist: Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

Waktu Baca 6 Menit
Photo Credit : Presiden ke tujuh RI Joko Widodo (Jokowi). REUTERS/Edgar Su
Opini

Jokowi Sedang Menggali Kuburnya Sendiri?

Waktu Baca 6 Menit
Opini

Hukum Sebagai Panglima Bukan Kekuasaan

Waktu Baca 3 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Opini
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

KBI Media

  • Akunku
  • Hobimu
  • Karir
  • Subscribe
  • Telegrafi
  • Teletech
  • Telefoto
  • Travelgraf
  • Musikplus

Kawat Berita Indonesia

Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?