Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Membaca Konten Porno dan Literasi Digital
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.
Opini

Konten Porno dan Literasi Digital

Indra Christianto Rabu, 7 Februari 2018 | 20:15 WIB Waktu Baca 4 Menit
Bagikan
Ilustrasi Photo : Shutterstock
Bagikan

Belakangan ini, media diramaikan dengan pemberitaan platform video berkonten tidak senonoh yang ada di aplikasi WhatsApp (WA). Dugaan konten porno yang bisa diakses gratis di aplikasi berbasis chatting yang dimaksud merupakan bagian dari fitur Graphics Interchange Format (GIF) untuk mengirim pesan. Konten tersebut tergolong mudah diakses oleh siapapun yang menggunakan aplikasi WA. Di situlah kemudian konten GIF berbasis video dewasa tanpa disaring (filter) sangat meresahkan orangtua karena dikhawatirkan mengganggu anak-anak.

Persoalan video tidak layak diakses oleh anak-anak sebenarnya bukanlah persoalan baru di media sosial. Konten bermuatan video dewasa tidak hanya berkelindan aplikasi WA. Sudah banyak aplikasi lain yang menyediakan hal seperti ini, bahkan gratis diakses. Hanya saja, ketika aplikasi yang digemari anak muda ini terkontaminasi, jagad media menjadi resah. Bahkan tidak jarang pegiat pendidikan turun tangan dan mengkritisi pemerintah yang dianggap lalai mengantisipasi hal yang tidak pantas.

Perkembangan dunia digital menawarkan serta memudahkan mengakses video apapun termasuk video yang tidak senonoh. Maka persoalannya bukan dimana video tersebut beredar. Namun kedewasaan kita dalam menanggapi video yang tidak pantas.

Menyalahkan pemerintah dan anak-anak zaman sekarang, atau bahkan pihak lain sama saja dengan menghindar diri dari realitas kesalahan. Bagaimanapun, era digital merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat. Jika kita menolak lahirnya era digital, itu sama saja dengan mengungkung diri dari dunia luar. Hanya saja, menghadapi dunia digital harus ada batas-batasnya. Lalu bagaimana batas-batasnya?

Proteksi

Terkait dengan hal itu, ada dua jihad yang dapat dilakukan, yaitu jihad proteksi dan jihad literasi. Jihad proteksi disini dilakukan oleh pemerintah dan orangtua. Pemerintah sebagai hak otoritas dan pemegang kendali regulasi, harus tegas menindak konten-konten yang bermuatan tidak pantas. Ketegasan inilah yang dibutuhkan oleh pemerintah dalam menangani dan memproteksi bangsa ini dari gelombang video yang tidak layak diakses. Sedangkan proteksi orangtua, bisa membatasi anak-anaknya mengakses internet. Jika memang diperlukan, anak di bawah umur tidak boleh memiliki aplikasi yang berpotensi disalahgunakan.

Proteksi pemerintah dan orangtua harus seimbang dan terintegrasi. Sebab, jika orangtua hanya mengandalkan pemerintah, sedangkan orangtua hanya berpangku tangan, tentu tidak akan pernah optimal dan cenderung timpang. Pemerintah hanya sebagai pengendali dalam aspek regulasi. Pemerintah sebagai penindak jika ada hal-hal yang tidak etis di media sosial. Sedangkan proteksi orangtua lebih signifikan dan mengena karena merupakan sosok terdekat ke buah hatinya. Dari segi integrasi, orangtua dapat melaporkan kejadian-kejadian yang tidak normal atau tidak bermoral di media sosial ke pemerintah. Dengan begitu, keduanya akan berjalan seimbang.

Kedua, jihad literasi digital. Dalam konteks jihad literasi digital, peran pendidikan terutama guru di sekolah sangat menentukan. Sebagai guru yang sedikit banyak paham literasi digital, dibutuhkan peran lebih untuk menularkan pemahaman mengenai literasi digital. Dalam kondisi ini, guru bisa memberikan pendidikan literasi digital, etika literasi digital, serta fungsi media sosial. Di tengah kondisi mendesak seperti sekarang ini, pendidikan literasi digital harus dicanangkan secara formal dan informal.

Secara formal, guru bisa memberikan pendidikan literasi digital di dalam kelas. Jika memungkinkan, sekolah juga mengadakan pelatihan pendidikan literasi digital yang meliputi guru dan murid. Sedangkan dalam ruang lingkup informal, guru bisa menyinggung pendidikan literasi dalam momen-momen seperti sekarang ini. Artinya, kehebohan video yang ada di konten WhatsApp dapat dijadikan sarana untuk mengingatkan siswa agar tidak mengakses karena menyalahi etika bermedia.

————————————————-

Oleh : Tri Pujiati MPdI. Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Alumnus Pendidikan Bahasa Arab Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Lewat EKSiS 2025
Waktu Baca 2 Menit
OJK Bangun Kantor Baru di Medan untuk Perkuat Ekosistem Keuangan Sumatera Utara
Waktu Baca 4 Menit
JETOUR T2 Siap Dibuka untuk Pre-Booking di GJAW 2025
Waktu Baca 6 Menit
Rumuskan Solusi Stunting dan Anemia, Ilmuwan Mesir dan Turki Berkumpul di UNU Yogyakarta
Waktu Baca 6 Menit
Ratusan kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (21/06). ANTARA/Rivan Awal Lingga
Di Tengah Globalisasi, Alumni GMNI Dorong Kemandirian Ekonomi Ibu Kota
Waktu Baca 4 Menit

Antasari Azhar Mantan Ketua KPK Era SBY Meninggal Dunia

Waktu Baca 1 Menit

Berikut Alasan Prabowo Membentuk Komisi Reformasi Polri

Waktu Baca 3 Menit

Siapakah Zohran Mamdani Muslim Pertama Yang Jadi Walikota New York?

Waktu Baca 8 Menit

Soal Gelar Pahlawan Bagi Soeharto, Gibran: Beliau Berkontribusi dan Berjasa Besar Untuk Pembangunan

Waktu Baca 2 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Opini

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

Waktu Baca 6 Menit
Photo Credit : Presiden ke tujuh RI Joko Widodo (Jokowi). REUTERS/Edgar Su
Opini

Jokowi Sedang Menggali Kuburnya Sendiri?

Waktu Baca 6 Menit
Opini

Hukum Sebagai Panglima Bukan Kekuasaan

Waktu Baca 3 Menit
Opini

Pendidikan Kesetaraan Gender Dalam Keluarga: Upaya Pencegahan Ekstremisme

Waktu Baca 9 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Telecoffee
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
MUSIKPLUS
  • Kirim
  • Akunku
  • Hobimu
  • Subscribe

Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?