Cari
Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Membaca Slogan Pertahankan dan Lanjutkan Prabowo-Gibran Itu Parah
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.
Opini

Slogan Pertahankan dan Lanjutkan Prabowo-Gibran Itu Parah

Didik Fitrianto Senin, 1 Januari 2024 | 08:19 WIB Waktu Baca 4 Menit
Bagikan
Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran dan tim kampanye saat istirahat debat pilpres. FILE/IST. Photo
Bagikan

Slogan kampanye Capres dan Cawapres Prabowo-Gibran adalah ingin pertahankan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada saat ini, dan strateginya bahkan ingin terus dilanjutkan. Padahal, ekonomi kita hanya dikangkangi oleh segelintir orang. Sementara hidup rakyat itu dalam kondisi penuh kemiskinan dan kesengsaraan.

Menurut Oxfam ( 2022), kekayaan 4 keluarga konglomerat di Indonesia itu sama dengan 100 juta rakyat Indonesia. Bahkan menurut FAO ( 2022), ada 16,2 juta rakyat Indonesia menderita kelaparan ekstrim dengan pergi tidur dalam kondisi perut lapar.

Kekayaan di Indonesia itu terkonsentrasi ke segelintir orang konglomerat. Orang kayanya sangat sedikit sementara orang miskinnya sangat banyak membentuk pola struktur piramida yang sangat runcing ke atas. Kondisinya dibandingkan dengan rata rata dunia bahkan sangat jauh tertinggal.

Menurut World Data Book ( 2021), jumlah penduduk dewasa Indonesia tahun 2021 sebanyak 183,7 juta atau 67,38 persen dari penduduk. Rata rata kekayaan mereka hanya sebesar US $ 15.535 atau 222,3 juta rupiah. Jauh tertinggal dari rata rata dunia yang sebesar US $ 87.489 atau 1,257 milyard rupiah (dihitung dengan kurs tengah tahun 2021 sebesar 14.311 per US $ 1).

Dilihat dari angka tengahnya sebesar US $ 3.457 atau 49,4 juta rupiah per orang. Sementara rata rata dunia adalah sebesar US $ 8.360 atau 119,6 juta rupiah per orang.

Tahun 2021, Rata rata kelompok bawah (miskin) dengan kekayaan di bawah US $ 10.000 atau di bawah 143,1 juta rupiah adalah sebanyak 75,1 persen. Rata rata dunia hanya 53,2 persen.

Mereka yang di kelompok menengah atau memiliki kekayaan di atas US $ 10.000 – 100.000 atau di rentang 143,1 juta – 1,43 milyard adalah di angka 22,9 persen. Sementara rata rata dunia sebesar 33,8 persen.

Angka yang cukup fantastis adalah di kelompok kaya atau mereka yang memiliki kekayaan di atas US $ 100.000 – US $ 1 juta atau 1,43 milyard – 14,3 milyard. Di Indonesia angkanya hanya 1,9 persen, sementara rata rata dunia adalah sebesar 11,8 persen. Jauh sekali jika dibandingkan rata rata dunia.

Sementara di kelompok super kaya atau mereka yang kekayaanya di atas 14,3 milyard ke atas hanya 0,1 persen. Sementara rata rata dunia sebesar 1,2 persen. Lagi lagi angkanya tertinggal jauh dari rata rata dunia.

Di kelompok bawah (miskin) rata rata selama sepuluh tahun adalah 82,96 persen. Sementara itu rata rata dunia 66,2 persen. Angkanya tetap di bawah rata rata dunia.

Sementara dari kelompok kaya dan super kayanya Indonesia selama sepuluh tahun terakhir rata rata hanya sebesar 1,3 persen dan rata rata dunia adalah sebesar 9,4 persen. Bahkan di kelompok super kaya jumlah mereka tidak berubah sama sekali di angka hanya 0,1 persen.

Dilihat dari angka angka tersebut maka kelompok miskin itu dapat dikatakan tidak mengalami kenaikan kelas. Demikian juga di kelompok menengah ke kaya dan juga dari kaya ke super kaya. Artinya jika tidak ada perubahan sistem dan strategi pembangunan dan apalagi dilanjutkan maka kesengsaraan rakyat banyak akan semakin parah.

Kondisi ketimpangan yang bersifat asimetris dan jangka panjang tersebut menandakan sebab kemiskinan yang ada itu sifatnya struktural. Struktur yang timpang ini jelas menandakan ada yang salah dalam sistem perekonomian kita.

Harus ada perombakan sistem secara kongkrit dan tidak cukup hanya dilakukan dengan kebijakan programatik biasa seperti yang dilakukan selama ini. Sebut saja misalnya bantuan sosial ( bansos), subsidi, pengupayaan akses kredit, dan lain sebagainya. Apalagi hanya diselesaikan dengan makan siang gratis yang ditawarkan Prabowo-Gibran. Hal ini justru menjadi pelanggeng dari kemiskinan itu sendiri.

Kemiskinan struktural itu terjadi karena rakyat miskin tidak memiliki peluang untuk mengkreasi kekayaan. Sehingga mereka pada akhirnya hanya mewariskan kemiskinan baru.

____________________

Oleh : Suroto, Ketua AKSES Indonesia

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

Rock Ngisor Ringin Part #2 Jadi Ajang Kumpul Musisi Rock Tanah Air
Waktu Baca 4 Menit
Program FLPP Capai Rekor 263 Ribu Unit, BTN Dominasi Penyaluran Rumah Subsidi Nasional
Waktu Baca 4 Menit
BSN Resmi Beroperasi Usai Spin-Off dari BTN, Bidik Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional
Waktu Baca 3 Menit
Tradisi Warga Indonesia Dalam Merayakan Malam Tahun Baru di New York
Waktu Baca 6 Menit
OJK Bentuk Departemen UMKM dan Keuangan Syariah, Pengawasan Bank Digital Berlaku 2026
Waktu Baca 3 Menit

Keamanan Digital Adalah Tanggung Jawab Setiap Pengguna Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

Keamanan Digital Kebutuhan Mendasar di Tengah Transformasi Teknologi

Waktu Baca 2 Menit

BTN Salurkan Bantuan Rp8 Miliar untuk Korban Banjir dan Longsor di Sumatera

Waktu Baca 3 Menit

OJK Raih Predikat Badan Publik Terbaik Nasional 2025, Tegaskan Komitmen Keterbukaan Informasi

Waktu Baca 4 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Opini

Hak Presiden Atau Cawe-Cawe?

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Menyelami “Mens Rea” Polisi

Waktu Baca 8 Menit
Opini

Dua Jalan ke Israel: Gus Dur di Jalur Merpati, Yahya Staquf Meniti Sayap Elang

Waktu Baca 9 Menit
Opini

Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945

Waktu Baca 11 Menit
Opini

Zeitgeist: Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

Waktu Baca 7 Menit
Opini

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

Waktu Baca 6 Menit
Photo Credit : Presiden ke tujuh RI Joko Widodo (Jokowi). REUTERS/Edgar Su
Opini

Jokowi Sedang Menggali Kuburnya Sendiri?

Waktu Baca 6 Menit
Opini

Hukum Sebagai Panglima Bukan Kekuasaan

Waktu Baca 3 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Opini
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

KBI Media

  • Akunku
  • Hobimu
  • Karir
  • Subscribe
  • Telegrafi
  • Teletech
  • Telefoto
  • Travelgraf
  • Musikplus

Kawat Berita Indonesia

Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?